Rabu, 17 Juni 2015

Cerita Inspiratif

 
Ketika Menulis, menjadi Sahabatku
            Hari ini cuaca sedang tidak bersahabat dengan kondisi tubuhku. Hujan hampir sepekan mengguyur kota Padang, sehingga flu dan teman-temannya menyerang tubuh mungil ini. Tapi aku tidak patah arang untuk segera menyelesaikan tulisan ini. Karena aku ingin tulisan ini mampu menjadi inspirasi bagi siapapun yang akan membacanya nanti.
            Aku adalah seorang remaja putri yang beranjak dewasa, lahir dari rahim seorang bidadari Surga dan ayah sang pahlawan tanpa kenal lelah, Yarnida dan Yusrizal yang ku panggil Ayang dan Apa. Punggung Kasik, Kec. Lubuk Alung, Kab. Padang Pariaman, Sumbar disitulah aku dilahirkan dan dibesarkan,   9 Agustus 1993 menjadi hari yang sangat bersejarah dalam hidupku,  hari pertama aku membuka mata untuk dunia.
Ketika berumur lima tahun aku hampir kehilangan nyawaku, waktu itu kakak pertamaku menutup wajahku dengan bantal ketika aku tidur, bruntung ibu segera mengetahuinya, sehingga aku masih bisa hidup hingga sekarang. Terlambat sedikit saja mungkin aku telah meninggal, begitu cerita ibu kepadaku.
Aku termasuk anak yang sering sakit-sakitan dan tergolong anak yang sering berobat. Selain itu aku juga dikatakan pendiam dan tidak suka berkumpul dengan teman untuk sekedar bercerita atau mengobrol  ha-hal yang tidak penting, kecuali jika menyangkut masalah pelajaran aku akan bergabung dengan teman-temanku.
            Karena kebiasaan ini, kadang aku merasa sendiri, tidak ada teman tidak ada sahabaat untukku berbagi cerita. Menulis!! Itu pilihan yang akan aku ambil disaat aku merasa sedih, marah, senang maupun cemas, tatkala tidak ada lagi tempat ku berbagi, buku dan pena menjadi pelampiasan semua perasaanku. Ketika aku sedih, kertas-kertas yang akan menjadi dermaga air mataku.
 Aku termasuk orang yang tidak terbuka kepada teman-temanku, tapi aku akan terbuka kepada semua tulisan-tulisanku. Aku adalah satu dari sekian banyak anak-anak yang tidak bisa mengungkapkan perasaanya secara langsung dengan lisan. Maka, dengan menulis aku curahkan semua yang aku pendam. Sehingga aku menemukan suatu titik, menulis adalah bagian dari hidupku, ketika menulis jadi pilihanku, aku seakan mempunyai nyawa yang lain yang membuatku selalu hidup.
            Aku punya 4 orang saudara, 3 laki-laki dan seorang  perempuan. Ibuku termasuk ibu yang sangat pemarah dan ia juga tergolong pendiam dan tidak banyak bicara. Karena alasan ini aku lebih memilih menumpahkan perasaanku kepada kertas melalui pena. Aku biarkan pena menyampaikan semua ungkapan perasaanku kepada kertas. Meski tidak ada satupun orang yang mengetahui tentang tulisan ku,  tapi aku berharap ketika aku telah pergi untuk selama-lamanya, ada orang yang menemukan tulisan-tulisanku, sehingga mereka tau bagaimana beratnya hidup yang aku alami.
            Aku kadang merasa kesepian, meski aku punya saudara perempuan tapi kami tidak akrab, kami sering bertengkar sering selisih paham dan tidak pernah bersama-sama. Tapi aku sebenarnya merindukan sosok kakak perempuan yang seperti dimiliki teman-temanku. Mereka berbagi, bercerita, bergembira bersama kakak-kakaknya. Tapi beda halnya denganku, aku tidak mendapatkan itu dari kakakku. Pernah aku ingin mengutarakan niatku yang merindukan sosok kakak perempuan yang seperti dimiliki teman-temanku. Tapi niat itu aku urungkan, aku akan memilih menulis keinginan tersebut pada buku harianku, berharap suatu saat kakak ku menemukan buku itu dan membacanya, sehingga dia tau betapa aku,  adiknya merindukan sosok saudara dan kakak perempuan yang selalu ada untuk adiknya. Apalagi semenjak kakakku itu telah menikah, ia tidak tinggal dirumah lagi, ia ikut pindah bersama suaminya, tentu ini membuatku tambah sendiri, tidak ada teman dan tidak ada tempat ku berbagi cerita, atau melihat wajahnya saja aku sudah jarang sekali.
            Wajar saja aku merindukan saudara perempuan tempat ku berbagi, Karena dia satu-satunya saudara perempuanku. Selain kakakku, ibu adalah wanita lain yang ada dirumah. Tapi ibu sangat pemarah, aku tidak berani bercerita banyak hal kepada ibu, karena aku tau ibu tidak pernah memahami keadaanku. Ibu selalu melarang apa yang aku kerjakan dengan alasan yang tidak aku inginkan. Maka pada saat-saat seperti ni buku dan pena yang menjadi sahabatku, aku tumpahkan semua perasaanku kepada kertas yang tidak pernah lelah menerima tulisanku, dan pena yang tidak pernah mengeluh disaat aku seret untuk menuliskan isi perasaan dan pikiranku.
            Aku hidup bukan lingkungan yang kaya raya dan mencukupi. Bisa dikatakan aku hidup dibawah garis kekurangan. Meski aku kurang dalam segi materil, tapi aku tidak ingin kurang dalam semangat untuk menggapai cita-cita. Dari kecil aku telah bercita-cita menjadi penulis yang terkenal se-Nusantara bahkan dunia. Aku ingin  tulisan-tulisanku dibaca oleh semua orang, dan tulisan itu yang akan  dapat merubah hidupku.
            Aku sadar, tidak mudah menjadi seorang penulis yang hebat. Tapi, menulis menjadi teman dan sahabat yang setia bagiku. Menulis memberikan warna dalam hidupku, menulis adalah nyawa dan darah dalam nadiku. Menulis menjadi tempat mencurahkan segala ide, rasa di hati dan pikiranku. Ketika tidak ada yang mau mendengarkan ide-ideku, aku akan lebih memilih menulis ide-ide tersebut. Meski tidak ada rang yang akan membacanya.
            Menulis juga yang membuatku mengerti dan megetahui, bahwa satu persatu keinginanku telah terwujud. Karena hampir semua yang aku inginkan, aku tulis pada kertas dan aku pajang di dinding kamarku. Sehingga ketika keinginan itu telah aku dapatkan aku tinggal menandainya satu persatu. Aku adalah teman tulisanku, dan tulisan adalah nyawaku, dan pena adalah nadi ku, kata-kata adalah hatiku.
            Walaupun nanti aku tidak akan jadi seorang penulis terkenal, karena aku tau tulisan ku tidak pernah masuk kategori indah dan bersastra. Tapi, aku tidak akan berhenti menulis, aku akan terus menulis meski hanya untuk koleksi pribadiku. Hanya dengan menulis aku dapat menuangkan ide-ide dan perasaanku.
            Salah seorang dosen pernah mengatakan sesuatu kepadaku, “tulislah semua yang kau ingat, karena itu akan menjauhkanmu dari pikun di saat tua.  Tulislah semua yang kau inginkan, karena tanpa sadar semua telah kau dapatkan. Tulislah semua kesedihanmu, kerena itu akan membuat mu bahagia, tulislah kebahagiaanmu karena dengan menulisnya kau akan selalu mengingatnya disaat kau terluka, tulislah kesuksesanmu, agar kau bisa bangkit disaat terjatuh, dan tuliskanlah   masa-masa sulitmu dank kau akan tau kau bisa melalui setiap masa sulit itu dan akan terus membuatmu maju, dan tulislah semua peristiwa yang kau alami, meski peristiwa kecil sekalipun.
            Kata-kata itu yang membuatku ingin terus menulis-menulis dan menulis. Karena setelah aku sadari ternyata benar apa yang dikatakan dosen tersebut. Sehingga dengan menulis aku lebih merasa bersyukur.
            Bagiku menulis menjadi sahabat yang setia, yang selalu ada di setiap saat ketika aku butuh, yang tidak akan protes setiap pikiran dan pendapatku, yang akan menyimpan semua rahasia ku dengan rapat, yang akan menyembunyika setiap tulisanku. jikapun tulisan itu suatu saat nanti diketahui orang lain, tapi tulisan akan  memberikan semua ucapan yang jujur, tidak seperti teman-teman yang kadang menceritakan semua yang pernah kuceritakan kepadanya dan merubah-rubah setiap ceritaku kepda orang lain.
            Dengan menulis aku tidak akan menyakiti orang lain dengan lisanku. Diam adalah sesuatu pekerjaan yang dianjurkan Nabi, ketka kita tidak bisa mengatakan sesuatu yang bermanfaat, maka diam adalah hal yang terbaik, begitu maksud haditsnya. Hadits ini sejalan dengan hadits lain yang mengataan “seorang mukmin tidak akan disebut mukmin bila mukmin yang lain belum selamat dari lisan dan tangannya”, maka menulis adalah pilihan yang tepat. Karena dengan menulis kita tidak akan menyakiti orang lain dengan lisan dan tangan kita. Hanya dengan menulis kita dapat menuangkan semua perasaan kita, kebahagian kita, kesedihan kita, dan sakit hati kita, tanpa ada orang lain yang tersakiti oleh luapan hati dan perasaan tersebut.
            Dengan tulisan ini aku ingin sampaikan rasa rindu yang teramat dalam kepada kakakku, aku ingin dia tau bahwa aku sangat rindu kepadanya. Aku ingin berbagi banyak hal dengannya. Aku ingin menceritakan kesusahanku saat ini. Tapi kakak jauh, kakak tidak akan mau mendengarkan setiap ceritanya, ia terlalu sibuk dengan pekerjaan dan anaknya. . Oh tuhan, sampaikanlah tulisan ini kepada kakakku agar ia tau aku sangat merindukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar