SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK
(Kelompok dan Pengaruhnya pada Perilaku Komunikasi)
MAKALAH
Psikologi Komunikasi
![]() |
Oleh kelompok IV :
VIVI
GUSTIA : 211.044
FITRI
ANNISA : 211.211
DEVIANI
HARIANTI : 211.078
DEFRIANTO : 211.155
DODI
AFENDI : 211.101
Dosen Pembimbing:
Drs. Hj.
Meliarni rusli,
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOLPADANG
1434 H/ 2013 M
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, serta
Shalawat
beririrng salam semoga dilimpahkan
kepada Rasulullah SAW. Penulis bersyukur kepada Illahi Rabbi yang telah
memberikan hidayah serta taufik-Nya kepada kami sehingga makalah ini dapat
terselesaikan tepat waktu.
Tak
lupa rasa terima kasih, kami aturkan kepada
semua pihak yang telah terlibat, serta yang membantu sampai selesainya makalah ini. Baik itu
dosen, teman-teman,
serta pihak lainnya yang tak bisa kami sebutkan satu-persatu.
Makalah
ini merupakan media untuk pembelajaran Ilmu Psikologi komunikasi. Kami menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan. Kami yakin masih banyak hal yang kurang
dari makalah ini, kami minta kritik dan sarannya guna memperlancar proses
perkuliahan ini menjadi lebih baik di masa mendatang.
Padang, 18 maret 2013
Penulis,
PENDAHULUAN
Pada tahun 1940an ketika dunia dilanda perang,
kelompok menjadi pusat perhatian. Setelah perang, perhatian beralih keindividu,
dan ini bertahan sampai 1970an. Akhir 1970an minat yang tinggi tumbuh lagi pada
study kelompok dan menjadi dominan pada pertengahan 1980an. Para pendidik
melihat komunikasi kelompok sebagai metode pendidikan yang efektif. Para
manager menemukan komunikasi kelompok sebagai wadah yang tepat untuk melahirkan
gagasan-gagasan kreatif.
Para psikiater mendapatkan komunikasi kelompok
sebagai wahana untuk memperbaharui kesehatan mental. Para ideologi juga
menyaksikan komunikasi kelmpok sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran
politik-ideologis. Minat yang tinggi ini telah memperkaya pengetahuan tentang
jenis kelompok dan pengaruh kelompok pada perilaku.
Maka di dalam makalah ini, kami akan
menjelaskan tentang kelompok dan pengaruhnya para pelaku komunikasi yang
berkaitan dengan klasifikasi kelompok dan pengaruh kelompok pada perilaku
komunikasi.
SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK
Kelompok dan Pengaruhnya pada
Perilaku Komunikasi
A.Klasifikasi
kelompok
Tidak semua kerumunan orang disebut kelompok. Orang–orang yang
berkumpul diterminal bus, di pasar, di halte dan lain–lain disebut sebagai
agregat. Supaya
agregat menjadi kelompok di perlukan kesadaran dari anggota kelompok akan
ikatan yang sama memperlakukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan dan organisasi
(tidak selalu formal), dan melibatkan nintraksi diantara angota–angotanya.
Kelompok
mempunyai dua tanda psikpologis, yaitu :
1. Angota-
angota kelompok merasa terikat dengan kelompok (ada sense of belonging) yang
tidak dimiliki orang yang bukan anggota.
2. Hasil
anggota kelompok saling tergantung sehingga hasil setiap orang terkait dalam
cara tertentu dengan cara yang lain.
Ahli psikologi
membagi empat dikotomi kelompok:
1. Kelompok
primer dan kelompok sekunder
Kelompok primer adalah suatu kelompok dimana
anggotanya merasa sangat dekat dan merasa adanya kekeluargaan, adanya ikatan
yang kuat antara anggota kelompok. Contoh kelompok ini yaitu: keluarga, kawan
sepermainan, hubungan dengan tetangga, dan lain-lain
Sedangkan kelompok skunder adalah
kebalikan dari kelompok primer, yaitu hubungan antara anggotanya tidak akrab, tidak
personal, dan tidak menyentuh hati kita. Yang termasuk kelompok ini yaitu
organisasi massa dan serikat buruh, dan organisasi- organisasi lainnya.
Perbedaan kelompok primer dan
kelompok skunder dari karakteristik komunikasinya :
a. Kualitas
komunikasi primer bersifat dalam dan meluas, yaitu menembus kepribadian yang
paling tersembunyi, menyingkap unsur – unsur yang biasa ditampakkan pada suasana
privat saja (backstage)
b. Komunikasi
pada kelompok primer bersifat personal,dan ini tidak dapat dipindahkan, dan pada kelompok sekunder bersifat non
personal.
c. Komunikasi
pada kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan dari pada aspek isi. Dan
kelompok sekunder kebalikannya
d. Komunikasi
primer bersifat ekspresif
e. Komunikasi
primer bersifat informal
2. Kelompok
ingrup dan outgroup
Ingroup adalah kelompok kita, dan
outgroup adalah kelompok mereka. Ingroup bisa bersifat primer maupun sekunder. Keluarga
adalah ingroup yang bersifat primer,dan fakultas adalah ingroup yang bersifat
sekunder.
Kelompok ingroup tidak selama nya
menganggap outgroup itu saingan mereka, tapi adakalanya mereka bisa saling
bersama, hal ini dapat terjadi bila antar kelompok mempunyai tujuan dan maksud
yang sama.
Contohnya: bila
ada dua kelompk yang awal nya saling bertentangan, dan suatu ketika mereka
dihadapkan dalam suatu keadaan yang mengharuskan mereka bekerja sama, dan hal
ini lah yang menyebabkan pandangan negative terhadap outgroup bisa berubah
menjadi positif, dan membuat mereka bisa bekerjasama.
Dalam
mendamaikan antara dua orang yang bermusuhan / berbeda maka hadapkan lah mereka
pada musuh mereka, misalnya mendamaikan anggota keluarga yang saling bermusuhan
maka hadapkanlah mereka kepada musuh mereka misalnya tetangga mereka. Bung karno dapat mendamaikan bangsa Indonesia dengan mengahadapkan
mereka kepada belanda.
3. Kelompok
keanggotaan dan kelompok rujukan
Kelompok rujukan yaitu kelompok yang
digunakan sebagai rujukan atau standar untuk menilai diri sendiri atau
menentukan sikap. Bila kelompok rujukan dijadikan teladan untuk mengambil sikap,
maka ini disebut kelompok rujukan positif, dan bila kelompok rujukan dijadikan
sebagai teladan untuk tidak bersikap, maka ini dinamakan kelompok rujukan
negative.
Menurut teori kelompok rujukan,
kelompok rujukan mempunyai beberapa fungsi :
a. Fungsi
kompratif: mengambil sikap dengan menggunkan landasan, misalnya kita menjadikan
islam sebagai landasan untuk mengambil sikap.
b. Fungsi
normative : mengambil sikap sesuai denagn yang telah ditentukan oleh tempat
penagmbilan sikap (landasan),
misalnya Islam memberikan norma-norma dan aturan yang harus diikuti.
c. Fungsi
perspektif: menelaah dari fungsi normative, misalnya islam memberikan kepada
kita untuk bagaimana memandang dunia, dan cara mendefinisikan sesuatu dll.
Cara menggnkan kelompok
rujukan dalam persuasi:
a. Jika
kita mengetahui kelompok rujukan khalayak kita, hubungkanlah pesan kita dengan
kelompok rujukan itu, dan fokuskanlah perhatian kita kepadanya, dan bila ingin
pesan kita diterima, maka gunakanlah kelompok rujukan positif untuk mendukung
pesan kita.
b. Dalam
menyampaikan pesannya komunikator harus berhati – hati dalam memperhitungkan
relevansi dan nilai kelompok rujukan yang lebih tepat bagi kelompok tertentu.
c. Menggunakan
standar perilaku
d. Kadang
– kadang kita harus Gunakan kutipan kelompok rujukan positif secara langsung
dalam pesan, untuk menimbulkan efek yang positif dari khalayak.
4. Kelompok
deskriptif dan perskriptif
Deskritif menunjukan klasifikasi kelompok dengan melihat proses
pembentukannya secara
alamiah.Kelompok preskriptif mengklasifikasikan kelompok menurut
lagkah– lagkah rasional yang harus dilewati oleh setiap anggota kelopok untuk
mencapai tujuannya.
Klasifikasi
kelompok deskriptif berdasarkan tujuan :
Nama kelompok
|
Tujuan
|
Sepintas
Pertemuan
Penyadar
Katarsis
Belajar
Tugas
|
Bermain
Pertumbuhan
dan interpersonal
Identitas
social poilitik yang baru
Melepaskan
perasaan
Pencerahan
intelektual
Kerja
|
Akhir-akhir
ini para ali komunikasi membaginya menjadi 3 kelompok saja, yaitu :
a. Kelompok
tugas bertujuan memecahkan masalah
misalnya tranpalantasi jantung, atau merancang kampanye politik.
b. Kelompok
pertemuan adalah kelompo yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok.
Melalui diskusi, setiap anggta berusaha belajar tentang dirinya. Contohnya
kelompok terapi di Rumah Sakit jiwa, kelompok eksekutif yang pergi ketepi
pantai untuk mengikuti latihan sensitifitas.
c. Kelompok
penyadar mempunyai tugas utama yaitu menciptakan identitas social politik yang
baru contohnnya kelompok revolusioner Amerika Serikat.
Klasifikasi
kelompok perspektif
a. Kelompok
Diskusi Meja Bundar, disebut kelompok meja bundar karena susunan tempat duduk
yang bundar, yang nantinya susunan tempat duduk ini menyebabkan komunikasi yang
bebas diantara anggota kelompok. Susunan ini biasanya digunakan untuk diskusi
yang sifatnya terbatas. Dengan posisi seperti ini maka arus komunikasi terjadi
dari semua arah. Berbeda dengan diskusi yang diadakan segi empat, bila seperti
ini diskusi selalu lewat pemimpin. Meja bundar memungkinkan individu untuk
berbicara kapan saja tanpa ada agenda yang tetap. Meja yang bundar
mengisyaratkan waktu yang tidak terbatas dan kesempatan yang sama untuk
bertisipasi.
b. Kelompok
Symposium adalah serangkaian pidato pendek yang menyajikan berbagai aspek dai
sebuah topik atau posisi yang pro dan kontra terhadap maslah yang
controversial, dalam format diskusi yang sudah dirancang sebelumnya. Symposium
dimasudkan untuk menyajikan informasi untuk dijadikan sumber rujukan khalayak
dalam mengambil keputusan pada waktu yang akan datang.
c. Kelompok
Diskusi panel adalah frmat khusus yang anggota-anggota kelompoknya
berinteraksi, baik berhadap-hadapan maupun melalui seorang mediator, diantara
mereka sendiri dan hadirin, tentang masalah yang controversial. Diskusi panel
digunakan untuk mencipatakan suasana komunikasi kelompok yang informal,
mengidentifikasikan masalah yang harus ditelaah dan diteliti, memberikan
pengertian kepada khalayak tentang bagian-bagian permasalahan, menghimpun
berbagai fakta dan pandangan dalam kerangka diskusi.
d. Kelompok
Forum adalah waktu Tanya jawab yang terjadi setelah diskusi terbuka misalnya symposium.
e. Kelompok
Kolokium adalah sejenis format diskusi yang memberikan kesempatan kepada
wakil-wakil khalayak untuk mengajukan pertanyaan yang sudah dipersiapkan kepada
seseorang atau beberapa orang ahli.
f. Kelompok
Prosedur parlementer adalah format diskusi yang secara ketat mengatur peserta
diskusi yang besar pada periode waktu yang tertentu ketika sejumlah keputusan
yang harus dibuat.
B. Pengaruhnya
Kelompok pada perilaku komunikasi
Pengaruh kelompok dipengaruhi karena reaksi sejumlah orang yang
menyaksikan perilaku komunikasinya. Perubahan perilaku individu terjadi karena
apa yang lazim disebut dalam psikologi sosial sebagai pengaruh soail (social influence).
“social influence occurs whenever our behavior, feelings, or attitude are
altered by what others say or do”, begitu defenisi baron dan byrne (1979: 253).
Disini, kita akan mengulas tiga macam pengaruh kelompok:
konformitas, fasilitas sosial, dan polarisasi.
1.
Konformitas
Menurut
kiesler dan kiesler (1969), konformitas adalah perubahan perilaku atau
kepercayaan menuju (normal) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang real
atau yang dibayangkan.
Penelitian
paling tua tentang konformitas dilakukan oleh moor (1921). Moore meminta
pendapat para mahasiswa tentang sejumlah hal. Misalnya, mereka disuruh membaca
pasangan kalimat dalam bahasa inggris, dan diminta untuk menentukan mana
kalimta yang benar. Kelompok yang sama juga harus menilai mana yang paling
jelek secara etis diantara beberapa pasangan perilaku (e.q: antara penghianatan
pada sahabat” dengan “memperkaya diri dengan cara yang haram”). Setelah dua
setengah bulan, mereka disuruh lagi menilai hal yang sama, tetapi kali ini
didahului dengan pemberitahuan mengenai pendapat mayoritas anggota kelompok.
sepert sudah diduga, banyak diantara
mereka mengubah pendapatnya karena desakan suara mayoritas.
Dari
contoh diatas cukup kuat bukti bahwa kelompok memang dapat mempengaruhi
penilaian atau pendapat kelompok tentang stimulus tertentu (misalnya, pesan
komunikasi). Mungkinkah kita dapat menekan individu untuk menerima suatu
gagasan betapapu salahnya dengan “sugesti” mayoritas? Disamping ada rasa ngeri pada
kekuatan kelompok dalam “mencuci otak” anggotanya, para psikolog melihat
kelemahan pada generalisasi penelitian diatas.
Mereka
menemukan kenyataan bahwa semua penelitian menggunakan situasi yang ambigu dan
tidak jelas. Pada moore, subjek sudah lupa lagi pada penelitian terdahulu, dan
kalimat-kalimat yang dinilai memang mengundang berbagai penafsiran.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi konformitas. Betulkah kita dapat mempengaruhi orang
bersepakat dengan memanipulasikan tekanan kelompok? Betul, dengan
mempertimbangkan beberapa persyaratan. Konformitas tidak sederhana yang diduga
orang. Dalam paradigma buku ini, konformitas adalah produk interaksi antara
faktor-faktor personal. Faktor-faktor situasional yang menetukan konfomitas
adalah kejelasan situasi, konteks situasi, cara menyampaikan penilaian,
karakteristik sumber pengaruh, ukuran kelompok, dan tingkat kesepakatan
kelompok.
Pada
tahun 1954, leon festinger menjelaskan gejala konformitas dengan nteori
perbandingan sosial (social comparison theory). Dalam diri kita, kata
festinger, ada dorongan untuk menilai pendapat dan kemampuan kita. Kita tidak
ingin kelihatan salah di hadapan orang banyak.
Untuk
menghindari bencana sosial, kita selalu mencari bukti yang relevan. jadi
festinger menegaskan pengaruh sosial informasi. Untuk beberapa hal, bukti mudah
kita peroleh di dunia fisik. Jika anda tidak yakin apakah hari ini hari kamis,
anda dapat mengeceknya pada koran pagi. Jika anda ragu apakah anda dapat
melakukan lima belas push-up, anda dapat mencobanya dilantai. Tetapi untuk
kebanyakan pendapat, persepsi, dan kemampuan kita, tidak ada cara yang objektif
dan nonsosial untuk mnilai diri kita. Yang bisa kita lakukan ialah melihat
kepada orang lain. Jika anda tidak yakin apakah surga dan neraka ada, anda
mencari apa yang dikatakan atau telah ditulis oleh orang lain.
Jika
anda tidak yakin kemampuan anda bernyanyi, anda mintak orang lain mendengarkan
anda dan memberikan umoan balik. Karena kita sangat bergantung pada respons
orang lain, kenyataan sosial menjadi sama pentingnya, kadang-kadang lebih
penting dari kenyataan fisikal. Bila orang dihadapkan pada norma yang terus
berubah dalam masyarakat yang kompleks, mereka menengok kepada orang
disekitarnya untuk mentukan bagaimana mereka memberikan respons.
Konteks
situasi juga mempengaruhi konformitas.
Ada situasi yang menghargai konformitas, disamping siatuasi yang mendiring
kemandirian. Kecendrungan untuk konformitas akan terjadi lebih besar pada
situasi pertama ketimbang situasi kedua. Teori behaviorisme tentang ganjaran
dan hukuman menjelaskan gejala ini. Jika anda tau orang akan lebih menyukai
anda bila anda sepakat dengan pendapat dan keyakinan mereka, anda akan cendrung
melakukan konformitas pada kelompok mereka pada waktu yang akan datang.
Beberapa penelitian membuktikan
bahwa pengaruh norma kelompok pada konformitas anggota-anggotanya bergantung
pada ukuran mayoritas anggota kelompok yang menyatakan penilaian. Sampai
tingkat tertentu, semakin besar ukurannya, semakin tinggi tingkat konformitas.
Ada ukuran tertentu yang memadai untuk mempengaruhi konformitas. Lebih dari
itu, orang tidak terpengaruh lagi. Lagi pula, siapa yang menyatakan
penilaian juga harus dipertimbangkan. Anda sendirian memeprtahankan keyakinan
anda dalam sebuah rapat.
Kemudian ada anggota lain menyatakan
dukungan pada pendapat anda. Sayangnya, anggota itu dikenal sebagai anggota
terbodoh dalam kelompok anda. Apakah anda akan terdorong untuk mempertahankan
pendapat anda atau sebaliknya? Allen dan levine (1971) mencoba menjawab
pertanyan ini dengan experimen yang menarik . subjek experimen haru menjawab
tes visual.
Konfederet menyatakan penilaian yang
berbeda. Pada kelompok yang pertama, ia didukung oleh seorang suporter yang
nonvalid (yakni, berkaca mata tebal untuk menunjukkan kemampuan melihat yang
rendah); pada kelompok kedua, ia didukung oleh suporter yang valid (yakni,
tidak berkaca mata dan tampak sanggup melihat dengan jelas); dan kelompok
ketiga, anggota-anggota kelompok semua tidak sepakat dalm memberikan jawaban
yang salah. Hasilnya, konformitas semakin bekurang secara berurutan. Jadi,
betapaun tidak validnya, dukunagn itu membentu orang untuk melawan konformitas.
Disamping faktor-faktor situasional,
beberapa faktor personal erat kaitannya dengan konformitas usia, jenis kelamin,
stabilitas emosional, otoritarianisme, kecerdasan, motivasi, dan harga diri.
Pada umunya, semakin tinggi usia anak, semakin mandiri ia, semakin tidak
bergantung dengan orang tua, dan semakin kurang kecendrungannya untuk
konformitas. Dan semakin tinggi kecerdasan, semakin kurang kecendrungan ke arah
konformitas.
Motif afilasi mendorong konformitas.
Motif berprestasi, motif aktualisasi diri, dan konsep diri yang positif
menghambat konformitas. semakin tinggi hasrat berprestasi seseorang, semakin
tinggi kercayaan dirinya, semakin sukar ia dipengaruhi oleh tekanan kelompok.
2.
Fasilitas
social
Fasilitas (dari kata prancis facile,
artinya “mudah”) menunjukkan kelancaran
atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok memepenagruhi
pekerjaan sehinga terasa menjadi lebih “mudah”.
Pada tahun 1924, floyd alport
menemukan bahwa fasilitas sosial tidak selalu memudahkan pekerjaan. Kehadiran
kelompok bersifat fasilitatif bila pekerjaan yang dilakukan berupa pekerjaan
yang dilakukan berupa pekerjaan keteampilan yang sederhana. Sebaliknya,
kelompok mempersukar pekerjaan bila pkerjaan itu berkenaan dengan nalar dan
peniliaian. Lagi pula, allport dibungkan oleh adanya banyak orang yang secara
konstan mengalami penurunan prestasi bila bekerja ditengah-tengah kelompok.
Robert zajonc (19650 meninjau
kembali berbagai penelitian ini dan mencoba menjelaskan hasil yang tidak
konsisten ini dengan teori “drive” menurut teori ini kehadiran orang lain
diaggap menimbulkan efek pembangkit energi pada perolaku individu. Efek ini
terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang
menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertinggi kemungkinan
dikeluarkannya respons yang dominan.
Respon dominan adalah perilaku yang
kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah respon yang benar, terjadi
peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah respon yang salah, terjadi
penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon dominan adalah respon
yang benar; karena itu peneliti-peneliti terdahulu melihat kelompok
memeprtinggi kualitas kerja individu. Untuk menghafal pelajaran baru, respon
dominan adalah respon yang salah. Kareana itu, kelompok dapat mengurangi
kualitas kerja individu.
Zajonc berhasil mengatasi kemelut
inkonsistensi pada penelitian sebelumnya. Tetapi juga mengundang masalah baru
untuk penilaian yang akan datang. Apakah fasilitas sosial terjadi karena
semata-mata kehadiran anggota-anggota kelompok atau karna merasa diawasi dan
nilai oleh kelompok.
Mengulangi penelitian zajonc dan
sales dalam tiga situasi yaitu:
1.
sendirian
didalam ruangan eksperimental
2.
dihadapan
orang lain yang matanya tertutup
3.
di hadapan dua orang lain yang menyatakan
tertarik untuk menonton perbuatan subjek.
Seperti sudah diduga, fasilitas
sosial terjadi pada situasi ketiga. Banyak peneliti menyimpulkan dengan
menunjukkan situasi tambahan: subjek diberitahu bahwa perilakunya bukan saja
diawasi, tetapi juga dinilai oleh kelompok. Ternyata, disinipun, pretasi pekerjaan
subjek meningkat. Kenyataan inilah yang mampu menjelaskan mengapa pidato
seseorang lebih baik setelah tau bahwa diantara hadirin ada kekasihnya.
3.
Polarisasi
Risky shift atau geseran resiko
adalah geseran menuju polarisasi. Yang terjadi dalam kelompok sebenarnya
begini, bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak
mendukung tindakan tertentu, setelaj diskusi mereka akan lebih kuat lagi
mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok
agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih
keras lagi. Jadi, yang ada dimaksud polarisasi
adalah kecendrungan kearah posisi yang ekstrim.
Polarisasi mengandung beberapa
implikasi yang negativ yaitu:
1.
Kecendrungan
kearaha ekstrimisme menyebabkan peserta komunikasi menjadi lebih jauh dari
dunia nyata; karena itu, semakin besar peluang bagi mereka untuk berbuat
kesalahan. Produktivitas kelompok tentu menurun. Gejala ini disebut irving
janis sebagai groupthink, yaitu pengambilan keputusan yang terjadi pada
kelompom yang sangat kohesif dimana anggota-anggota berusaha mempertahankan
konsesus kelompok sehingga kemampuan kritisnya menjadi tidak efektif lagi.
2.
Polarisasi
akan mendorong ektremisme dalam kelompok gerakan sosial atau politik. Kelompok
seperti ini biasanya menarik anggota-anggota yang memiliki pandangan yang sama.
Ketika mereka berdiskusi, pandangan yang sama ini semakin dipertegas sehingga
mereka semakin yakin dengan kebenarannya. Keyakinan ini disusul dengan merasa
benar sendiri (self-righteousness) dan menyalahkan kelompok lain. Proses yang
sama terjadi pada kelompok saingannya. Terjadilah polarisasi yang menakutkan
diantara bebagai kelompok dan di dalam masing-masing kelompok.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelompok mempunyai dua tanda
psikpologis, yaitu :
1. Angota-
angota kelompok merasa terikat dengan kelompok (ada sense of belonging) yang
tidak dimiliki orang yang bukan anggota.
2. Hasil
anggota kelompok saling tergantung sehingga hasil setiap orang terkait dalam
cara tertentu dengan cara yang lain.
Ahli psikologi
membagi empat dikotomi kelompok ;
1. Kelompok
primer dan kelompok sekunder
2. Kelompok
ingrup dan outgroup
3. Kelompok
keanggotaan dan kelompok rujukan
4. Kelompok
deskriptif dan perskriptif
Tiga macam pengaruh
kelompok:
1.
Konformitas: perubahan
perilaku atau kepercayaan menuju (normal) kelompok sebagai akibat tekanan
kelompok yang real atau yang dibayangkan.
2.
fasilitas social: menunjukan kelancaran atau peningkatkan
kualitas kerja karena di tonton kelompok.
3.
Polarisasi adalah
kecendrungan kearah posisi yang ekstrim.
B. Saran
Kami menyadari makalah ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan, untuk itu kami akan sangat senang sekali bila pembaca mau
menyumbangkan pikirannya untuk kemajuan makalah kami kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi,
PT. Remaja Rosda Karya, Bandung : 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar