MENGENAL
SEBELUM MEMBERI BEBAN
Oleh: Eka & Meta
A.
PENDAHULUAN
Menjadi
seorang da’i yang sesungguhnya tidaklah mudah, harus ada bekal yang mantap dari
da’i itu sendiri dalam menyampaikan dakwahnya agar mad’unya bisa menerima apa
yang di sampaikannya.
Jadi
seorang da’I harus mempunyai prinsip “mengenal sebelum member beban” karena
jika mad’u yang kita dakwahi langsung kita beri beban padahal belum kenal betul
dengan apa yang diperintahkan kepadanya, maka mad’unya akan lari dari apa yang
kita dakwahkan kepadanya.
Jadi prinsip mengenal sebelum member beban (at-ta’rif
qabla at-taklif) juga sebagai upaya seorang da’i untuk membuat senang mad’unya
dalam menggeluti kebenaran, dan agar dapat mendorong mereka untuk beramal
dengan kebenaran itu, dan menjelaskan tentang besarnya pahala yang di janjikan
atas setiap orang yang mau berbuat dengan apa yang diperintahkan oleh Allah.
B. PEMBAHASAN
Kebanyakan
dari para da’i tidak memperhatikan prinsip yang cukup penting ini. Prinsip yang
seharusnya dipenuhi dalam rangka meluluhkan hati sang objek dakwah, sebagai
pengkondisian dan persiapan baginya untuk medengar kebenaran yang hendak
diserukananya. Prinsip ini yaitu, at-ta’rif qabla at-ta’lif, juga
sebagai upaya untuk mebuat senang dalam menggeluti kebenaran, mendorong mereka
untuk beramal dengan kebenaran itu, dan mejelaskan tentang besarnya pahala yang
dijanjikan atas setiap orang yang mau berbuat demikian[1],
Jadi
merupakan suatu kepentingan yang harus dijelaskan oleh seorang da’i secara
rinci apa-apa yang ingin mereka sampaikan kepada para mad’unya (objek dakwah),
sebelum menugaskan suatu tugas kepada mereka, juga seorang da’i harus memeberi
tahu sumber ta’lif atau landasan beramal, agar hati orang yang beramal mantap
dan menambah kesungguhannya dalam ketaatan.
Hal ini mejadi penting dalam berdakwah karena apabila seoarng da’i
tersebut telah mengemukakan dakwahnya berupa pengenalan secara baik maka hati
manusia akan terbuka untuk menerimanya dan mereka menjadi senang untuk
melaksanakannya.
Kalimat
yang dibawa oleh seorang da’i dalam berdakwah tentunya adalah kalimat yang baik
yaitu “La Ilahaillallah”, ini
merupakan sebuah kalimat yang akarnya tertancap kuat dak batangnya menjulang
tinggi kelangit. Dan setiap saat berbuah dengan seijin Rabbnya.
Karena
kepercayaan seorang da’i terhadap hasil
dakwah dari prinsip ini, maka dia berkata kepada seluru manusia sebagai
mana tertera dalam al-qu’ran QS. Ali Imran
ayat 64:
ö@è% @÷dr'¯»t É=»tGÅ3ø9$# (#öqs9$yès? 4n<Î) 7pyJÎ=2 ¥ä!#uqy $uZoY÷t/ ö/ä3uZ÷t/ur wr& yç7÷ètR wÎ) ©!$# wur x8Îô³èS ¾ÏmÎ/ $\«øx© wur xÏGt $uZàÒ÷èt/ $³Ò÷èt/ $\/$t/ör& `ÏiB Èbrß «!$# 4 bÎ*sù (#öq©9uqs? (#qä9qà)sù (#rßygô©$# $¯Rr'Î/ cqßJÎ=ó¡ãB ÇÏÍÈ
Artinya: Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah
(berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara
Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita
persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka
Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang
berserah diri (kepada Allah)". (QS ali-Imran
ayat 64)
Ayat
diatas mengandung tauhid dalam ketuhanan, seperti yang tersurat dalam
firman-Nya (allana’budu illallah), serta tauhid dalam ketuhanan yang tersurat
dalam firmannya ( walayattakhiju ba’duna ba’dan arbaban min dunillah). obyek
ini telah disepakati dalam semua agama. Nabi ibrahim datang dengan membawa
ajaran tauhid, Nabi musa juga dengan tauhid dalam taurat telah disbutkan dengan
menyitir firman alllah,” sesungguhnya Allah adalah tuhanmu, janganlah kamu
mempunyai tuhan lain dihadapan-Ku. Janganlah kamu membuat patung pahatan
untukmu, dan juga gambar apapun berupa apapun, yang ada dilangit atasa, dan
dibumu bawa serat berupa apapun yang ada dalam air dibawah tanah. Janganlah
kamu bersujud kepada mereka dan janganlah kamu
.“ [2]
Abu
Ja’far berkata : maksud dari ayat diatas adalah, “ katakanlah wahai muhammad
kepada ahli kitab yakni ahli taurat dan injil, marilah kita berpegang teguh
kepada kalimat yang sama diantara kami dan kalian! Kalimat yang sama itu
adalah, kita mengesakan Allah, maka kita tidak beribadah kepada selainnya, dan
tidak menyekutukan-Nya.[3]
Dari
penjelasan diatas dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwasanya dalam berdakwah
suatu intisari yang harus kita sampaikan adalah kalimat-kalimat tauhid melalui
prinsip dakwah ini yaitu at-ta’rif qabla at-taklif.
Dalam
al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang sifatnya mengajar dan mendidik manusia
agar menjadi manusia ber Tuhan dan beragama yang betul.]
Hal hal yang
perlu kita perhatikan untuk menerapkan prinsip at-ta’rif qabla at-taklif :
1.
Kebutuhan kaum muslimin terhadap pemahaman yang
benar
Pada
zaman saat sekarang ini kita lihat sebagian kalangan kaum muslimin
mempropagandakan kepada saudaranya sesama muslim bahwa berpegang teguh kepada
islam dan mengamalkan syariatnya merupakan fanatisme dan mengkesampingkan keberadaan umat non
muslim. Atau mereka berkata, “ sesunggahnya agama islam itu hanya sesuai dengan
zaman dulu dimana islam datang pertama kali. Artinya islam hanya bersifat
lokal, hanya untuk orang- orang Arab masa lalu, karena itu dia tidak mampu
memenuhi tuntunan zaman. “ mereka juga mengatakan, “ sesungguhnya melaksanakan
hukum-hukum syar’i (pidana Islam) itu terkesan keras atau seram dihadapan
manusia, padahal seorang dokter itu menyembuhkan bukan menyakiti.”
Hal
seperti ini yaitu fitnah dan syubhat
memerlukan kejelasan, penjelasan, dan pengenalan melalui kerja dakwah.
Seorang muslim harus mengenal hakikat islam secara baik. Karenanya kita bedakan
antara sikap tengah (i’tidal) dengan sikap ekstrim (tatharuf), antara fanatik
(ta’ashub) dengan komitmen (tamasuf), antara terorisme (irhab) dengan
menegakkan kewibawaan islam.[4]
Semua
itu harus dijelaskan oleh seorang da’i dengan perkataan yang baik, pengajaran
yang baik dan kalaupun berdebat, maka dengan debat yang lebih baik, disertai
dengan argumen-argumen yang kuat.
Al-Qur’an
diturunkan untuk mengenalkan kepada manusia tentang empat persoalan, sebelum
memberi beban kepada mereka dengan
perintah apa pun. Empat persoalan itu adalah:
a.
Mengenalkan
kepada mereka tentang Rabb (yang menciptakan, memberi rezeki, dan memelihara)
mereka, agar mereka beribadah kepada-Nya
b.
Mengenalkan
akan diri mereka, agar mereka memahami hakikat keberadaan atau eksitensi
mereka.
c.
Mengenalkan
tentang alam semesta, agar mereka menggunakan dan memakmurkannya.
d.
Mengenalkan
kepada mereka tentang akhir perjalanan hidup yang menanti-nanti mereka di
akhirat. Ini semua agar mereka
memiliki presepsi yang benar dan keyakinan yang lurus, sehingga perilakunya
menjadi benar.
2.
Menghormati Sumber Perintah
Dengan
memuliakan pihak yang memerintahkan, maka akan berakibat pada memuliakan
penyampaian atau mubalighnya, yakni Rasulullah Saw, menghormati dan
mencintainya. Allah berfirman: Q.S Ali-Imran ayat 31:
ö@è% bÎ) óOçFZä. tbq7Åsè? ©!$# ÏRqãèÎ7¨?$$sù ãNä3ö7Î6ósã ª!$# öÏÿøótur ö/ä3s9 ö/ä3t/qçRè 3 ª!$#ur Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÌÊÈ
Artinya: Katakanlah: "Jika
kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.( Q.S Ali-Imran ayat 31:)
Karenanya, seorang muslim tidak
boleh memanggil nama Rasulullah seperti memanggil nama sebagian kita atas
sebagian yang lainnya, kita harus memuliakannya ketika memanggilnya. Kita tidak
boleh meninggikan suara di atas suara Nabi, seperti suara ketika berbicara
dengan sesama kita. Allah berfirman: Q.S al-Hujurat ayat 2:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä w (#þqãèsùös? öNä3s?ºuqô¹r& s-öqsù ÏNöq|¹ ÄcÓÉ<¨Y9$# wur (#rãygøgrB ¼çms9 ÉAöqs)ø9$$Î/ Ìôgyfx. öNà6ÅÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 br& xÝt7øtrB öNä3è=»yJôãr& óOçFRr&ur w tbrâßêô±s? ÇËÈ
Artinya: Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah
kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara
sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala)
amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. (al-Hujurat ayat 2)
3.
Etika Menerima Tugas
Yang
didahulukan dalam mempelajari Islam adalah penerimaan kita terhadap segala
sesuatu yang datang dari Allah. Kita harus membaca atas nam Allah sesuai dengan
ayat yang pertama kali Allah turunkan.Q.S al-‘Alaq ayat 1-3:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ
Artinya:
1. Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.
Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.
(Q.S al-‘Alaq ayat 1-3:)
4.
Ketaatan Adalah Buah Pengetahuan
Ketika
para pengikut Rasullah memahami hal tersebut, mudah bagi mereka untuk mentaati
Allah dan Rasul-Nya. Kita saksikan saat khamr diharamkan, mereka langsung
menerima pelarangan itu. Imam bukhari menceritakan kepada kita bahwa Rasulullah
pernah shalat dengan memakai kedua sandalnya, sehingga kaum muslimin ikut
shalat di belakangnya dengan memakai sandal mereka juga. Tiba-tiba Rasulullah
melepaskan kedua sandalnya ke sebelah kiri, sedang beliau dalam keadaan sholat,
maka kaum muslimin pun melepaskan sandal dan melemparkan ke sebelah kiri
mereka. Ketika selesai sholat Rasulullah bertanya,”mengapa kalian melepas
sandal kalian?” mereka menjawab,”kami melihat engkau melepas kedua sandalmu,
kemudian emgkau melemparkan kesebelah kiri, maka kami pun melepas dan
melemparkannya kesebelah kiri kami.” Nabi bersabda,”sesungguhnya Jibril telah
datang kepadaku, dan memberitahu bahwa di kedua sandalku ada kotoran (najis).
Alangkah
kuatnya ketaatan mereka, dan alangkah mereka dalam mengikuti Rasulullah. Masih
banyak teladan yang dapat kita gali dari kehidupan sahabat Rasulullah tentang
ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.
5.
Seruan Kepada Iman Sebelum Pekerjaan dan Tugas
Sebelum
Allah mewajibkan kepada hamba-hamba-Nya kewajiban shalat, zakat atau puasa,
atau melarang riba, zina, khamr, dan yang lainnya, Dia memanggil mereka dengan
yang menyenangkan hati yaitu , “ya ayyuhalladzina amanu.. lakukanlah yang
demikian dan tinggalkan yang demikian.” Yaitu artinya hai orang-orang yang
beriman.
Atau
Allah memanggil dengan,”Qul ya ‘ibadi..,” atau “wa’ibadurrahmanni...” Allah
menyandarkan kata ‘ibad kepada Dzat-Nya. Hal itu tiada lain kecuali
untruk memuliakan mereka.
Tapi
banyak terjadi saat sekarang ini kadang-kadang mereka tergesa-gesa dalam
menghadapi manusia, dan memberikan beban yang akan dipikul mereka, sebelum
memperkenalkan dakwah mereka atau mengenalkan kepad Rabny.
6.
Apa Lagi Setelah Pengenalan
Pengenalan
yang benar merupakan langkah awal yang harus dilakukan. Setelah selesai
mengenalkan kebenaran, hal pertama kali yang harus dilakukan oleh penegak
kebenaran adalah membuka mata orang lain untuk melihat sinarnya, dan
membritahukan kepadas mereka orang-orang yang tidak tahu terhadap kebenaran
serta menjadikan kebenaran itu dalam kehidupan ini menjadi jelas, sejelas sinar
matahari, dan menyebar laksana gelombang udara.
Terkadang
sebagian da’i menganggap, bahwa Islam telah tersampaikan, sehingga tidak ada
alasan bagi seorang pun untuk mendakwahkannya, karena muslimin telah mengenal
agamanya. Mereka juga mengatakan bahwa dakwah telah tersebar ke seluruh penjuru
dunia, sehingga tidak ada lagi orang yang mebutuhkan penjelasan. Hal seperti
adalah sangat keliru sekali apabila dimiliki seorang da’i. Karena seperti kita
tahu perputaran zaman dan misi-misi orang-orang kafir akan senantiasa selalu
memudarkan dan menghancurkan pemahaman umat terhdap Islam. Untuk tidak ada kata
dakwah akan berhenti.
7.
Mengenal Tahap-tahapan Dakwah
Setiap
dakwah haruslah
mepunyai tiga tahapan yaitu:
a.
Tahap
pengenalan terhadap pola fikir
Fase
pengenalan merupakan fase yang terpenting, karena merupakan titik awal dalam
meniti perjalanan dakwah. Kesalahan atau penyimpangan yang kalau terjadi dalam
tahap ini akan menimbulkan akibat buruk, yakni akan jauhnya manusia dari jalan
dakwah yang seharusnya.
b.
Tahap
pembentukan, seleksi pendukung, dan kaderisasi serta pembinaan anggota dakwah.
Umat
sangat membutuhkan seorang da’i yang memiliki pemahaman yang benar, yang
mengenal bagaimnana cara membentuk, serta mampu menyeleksi pendukung dan
menciptakan kaderisasi dakwah.
c.
Tahap
aksi dan aplikasi
Dalam
bertindak atau melakukan aksi janganlah terlalu tergesa-gesa, sehingga bagaikan
memetik bunga yang belum mekar. Para da’i melakukan aksi dan aplikasi ini
hendaknya dengan beberapa cara pendekatan yaitu:
I.
Pendekatan
personal
Pendekatan dengan cara
individual antara da’i dan mad’u langsung bertatap muka.
II.
Pendekatan
pendidikan
Pendekatan pendidikan
salah satunya dengan cara mendirikan lembaga-lembaga pendidikan pesantren,
yayasan yang bercorak Islam, perguruan tinggi Islam dan lain-lain.
III.
Pendekatan
diskusi
Pendekatan ini sering
dilakukan lewat berbagai diskusi keagamaan, da’i berperan sebagai nara
sumbernya, sedangkan mad’u sebagai audience.
IV.
Pendekatan
penawaran
Pendekatan yang
dilakukan dengan cara memberi pilihan tanpa paksaan.
V.
Pendekatan misi
Yaitu salah satunya
dengan cara mengirim tenaga para da’i kedaerah-daerah di luar tempat domisili.[5]
Seorang da’i haruslah
mengetahui tahapan dakwah yang dilaluinya dan di mana dia sedang berinteraksi
dengan objek dakwahnya, karena dengan demikian akan dia tidak akan lagi
mencampur adukkan antara satu dengan lainnya.
Nabi Muhammad SAW juga telah mencerminkan kepada kita
bagaimana tahap-tahap dakwah yang telah beliau lalui, yaitu sebgai berikut:
a.
Ta’rif (pengenalan)
Ø Secara sembunyi-sembunyi
Ø Secara terang-terangan
b.
Tahkim
Yaitu
tahap pembentukan, seperti ketika Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah ke
Madinah dengan cara mendirikan mesjid yang pertama yaitu mesjid Quba.
c.
Taudi’
Yaitu
tahap pelepasan artinya ini seprti di tandai ketika Nabi Muhammad melaksanakan
haji Wada’.
8.
Stiqah (kepercayaan) di Jalan Allah
Kita
sebagai seorang da’idi haruskan memberikan penjelasan kepada mad’u kita sebelum
sebelum kita memebrikan tugas degan berbagai beban yang harus dia bawa
diperjalanannya nanti. Karna dijalan dakwah ini selalu ada rintangan yang berat
bagi da’i itu sendiri tetapi ahirnya
kemengan akan berada dipihak orang yang memeberi kebenaran. Sebagaimana firman
Allah dalam Qs. Al- mujadilah:21
|=tF2 ª!$# útùÎ=øîV{ O$tRr& þÍ?ßâur 4 cÎ) ©!$# ;Èqs% ÖÍtã ÇËÊÈ
Artinya:
Allah telah menetapkan: "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang". Sesungguhnya Allah Maha
kuat lagi Maha Perkasa.
(al-Mujadillah: 21)
Oleh
karena itu seorang da’i harus memberitahukan kepada orang-orang yang menempuh
perjalanan dakwah tentang urgensi kepercayaan (tsiqah) sehingga itulah
nanti yang dapat mengantarkan mereka kepada tujuan yang diinginkan, agar mereka
tidak tersesat ditengah jalan.
Sehingga
seorang da’i harus menentukan tujuan-tujuan (sasaran-sasaran) yang harus
dicapai sebagaimana da’i juga harus menentukan tahapan-tahapan yang akan
ditempuh dalam aktivitas dakwah. Agar langkah-langkah jelas sesuai dengan
target yang hendak dicapainya.
C.
PENUTUP
Sekian makalah kami. Semoga
bisa bermanfaat bagi pembaca semuanya. Dan penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca semuanya, demi kesempurnaan tulisan- tulisan
berikutnya.
DAFTAR BACAAN
Abu ja’far muhammad bin
Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Tabari, Pustaka Azzam, Jakarta: 2008
Ahmad
mustafa al-maraghi,Tafsir al-maraghi,pt. toha putra, semarang:1993
Al-Qur'an
dan terjemahan digital
M.
Munir, S.Ag., MA, Metode Dakwah, Pt. Kencana, Jakarta: 2009
Moh
ali aziz, ilmu dakwah, pt. Fajar iterpratama offest, Jakarta: 2009
Natsir,M.
Fiqhu Dakwah,media da’wah:1989
Prof. A.Hasjmy, Dustur Dakwah
Menurut Al-Qur’an, Pt. Bulan Bintang, Jakarta:1984
[1] Jum’ah Amin Abdul Aziz, fiqh
dakwah, pt. Era inter media:2005, hal 282.
[2] Ahmat Mustafa Al-Maraghi, Tafsir
Al-Maraghi, jilid I,Pt. Karya toha putra, semarang:1992, hal 308
[3] Abu ja’far muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Tabari, Pustaka
Azzam, Jakarta: 2008, hal 441
[4] Jum’ah Amin Abdul Aziz, fiqh dakawah, pt. Era inter media:2005,
hal 283-284
[5] . M. Munir, S.Ag., MA, Metode Dakwah,Vol 3, Pt. Kencana,
Jakarta. 2009. Hal 21-23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar