KEPRIBADIAN ATAU SIFAT-SIFAT
YANG HARUS DIMILIKI OLEH DA’I
Oleh : Icha & Tija
A.
PENDAHULUAN
Berdakwah
untuk menyeru manusia kepada kebaikan, jika disertai dengan penyimpangan
perilaku para da’i, merupakan penyakit yang akan menimbulkan kebimbangan dalam diri.
Tidak hanya pada diri seorang da’i, tetapi juga terhadap dakwah. Hal inilah
yang mengacaukan hati dan pikiran masyarakat karena mereka mendengar kata-kata
yang indah tetapi menyaksikan perbuatan yang buruk. Saat itulah, mereka bingung
untuk menilai ucapan dan perbuatan. Di satu sisi, didalam jiwa mereka berkobar
api semangat yang disulut oleh aqidah, namun di sisi lain, cahaya hati yang
bersumber dari keimanan yang meredup, lalu padam. Mereka tidak lagi percaya
kepada agama setelah kehilangan kepercayaan kepada para da’i yang
menyebarkannya.
Kata-kata
yang diucapkan mati dan kaku sekalipun terdengar begitu indah, manarik, dan
penuh semangat. Kata-kata itu kehilangan makna dan kekuatannya karena muncul
dari hati yang tidak meyakininya. Siapapun tidak bisa meyakini . siapapun tidak
bisa meyakini kata-kata yang diucapkan sebagai suatu kebenaran kecuali jika
dirinya menjadi contoh hidup dari ucapanya, dan perwujudan nyata dari
kata-katanya. Saat itulah, oarang lain bisa meyakini dan memercayainya, sekalipun
tidak dihiasi oleh retorika yang indah dan menarik. Sebab, kekuatannya terletak
pada pengalaman bukan pada hiasan. Daya tariknya terletak pada ketulusan, bukan
pada keindahan retorika. Ketika itu, kata-kata berubah menjadi kekuatan
penggerak yang hidup karena berasal dari jiwa yang hidup.
Dengan
demikian, keteladanan merupakan prinsip dakwah yang paling potensial, bahkan
paling besar pengaruhnya bagi manusia untuk menarik manusia kepada kebaikan dan
kebenaran. Karena langsung menyentuh hati dan perasaan objek dakwah ketika
menyaksikan praktek nyata yang yang dilakukan juru dakwah
Karena
itulah dalam makalah ini akan dipaparkan indikator-indikator keyakinan yang
tulus kepada dakwah, kepribadian dan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh
seorang da’i, menerangkan hakikat komitmen terhadap dakwah, dan mempraktikan
prinsip-prinsip serta semboyan-semboyan dakwah menjadi realitas praktis yang
diakui oleh semua pihak, baik orang dekat maupun jauh.
B.
Kepribadian Atau Sifat Yang Harus Dimilki Oleh Seorang Da’i
Sebelum
kita masuk dalam kepribadian dan sifat yang harus dimiliki oleh seorang dai,
mari kita me-refresh kembali ingatan kita mengenai pengertian dai.
Di
dalam Al-Qur'an kata dai berakar dari دَعَا
(da’a), يَدْعُوْ (yad’u), دَعْوَةً
(da’watan) dan الداع
(dai) isim failnya, orang yang meminta, orang yang menyeru atau
orang yang mengajak pada sesuatu.[1]
Menurut
A. Hasjimy, dalam bukunya dustur dakwah menurut Al-Qur'an, bahwa imam
al-ghazali mengemukakan pendapatnya bahwa dai itu adalah para penasehat, para
pemimpin dan para pemberi ingat, yang memberikan nasehat dengan baik, yang
mengarang dan berkhutbah, yang memusatkan jiwa raganya dalam wa’ad dan wa’id
(berita pahala dan siksa) dan dalam membicarakan kampung akhirat untuk
melepaskan orang-orang yang karam dalam gelombang dunia.
Dibawah
ini kepribadian atau sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang dai:
1.
Amanah (terpercaya)
Amanah
(terpercaya) adalah sifat utama yang harus dimilki oleh seorang dai sebelum
sifat-sifat yang lain. Ini merupakan sifat yang dimilki oleh seluruh nabi dan
rasul. Karena amanah selalu bersamaan dengan ash-shidq (kejujuran), maka tidak
ada manusia jujur yang tidak terpercaya, dan tidak ada manusia terpercaya yang
tidak jujur.[2]
Namun
demikian, mengemban tugas amanah memang bukanlah suatu perkara yang ringan dan
mudah. Setidaknya hal ini dapat kita lihat dari penolakan yang dilakukan oleh
langit dan gunung-gunung, ketika mereka ditawari oleh Allah SWT untuk memanggul
amanah.[3]
$¯RÎ) $oYôÊttã sptR$tBF{$# n?tã ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ÉA$t6Éfø9$#ur ú÷üt/r'sù br& $pks]ù=ÏJøts z`ø)xÿô©r&ur $pk÷]ÏB $ygn=uHxqur ß`»|¡RM}$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. $YBqè=sß Zwqßgy_ ÇÐËÈ
Artinya :
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat[4]
kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul
amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu
oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh.” (Q.S
Dan
seberat apapun amanah yang dibebankan kepada seorang dai, maka ia wajib untuk
menyampaikannya kepada yang berhak menerimanya.
2.
Shidq (jujur)
Adapun
shidq yang berarti kejujuran dan kebenaran, lawan kata dari kedustaan, termasuk
antara sifat-sifat dasar yang menjelaskan potensi dasar seorang pelopor
perjuangan.
Hal
ini menjadi sangat penting, karena tanpanya perkataan seseorang tidak akan
didengar, terlebih dipercaya. Jujur berarti benar dalam ucapan sesuai dengan
kata hati yang sesungguhnya. Tidak menutup-nutupi kebenaran ataupun kesalahan.
Yang benar dikatakan benar, dan yang salah diakatakan salah.
Tingkat-tingkat
sifat siddiq:
1.
Shidq dalam perkataan
Merupakan
kewajiban bagi setiap muslim untuk memelihara tutur katanya. Hendaknya ia tidak
berbicara kecuali dengan jujur. Dan kesempurnaan shidqul qaul adalah menjaga
kata-kata yang diplomatis.
Demikianlah, seorang da’i harus mempunyai kepekaan perasaan atas
dirinya, sehingga dalam setiap kondisi selalu bermunajat kepada rabbnya. Agar
kejujuran itu menjadi pembimbingnya dalam segala sesuatu, dia harus merasa malu
kepada allah ketika lisannya mengucapkan.
2.
Shidq dalam niat dan kehendak
Shidq dalam niat dan kehendak dikembalikan kepada keikhlasan
artinya, tidak ada motivaasi dalam gerak atau diamnya selain karena Allah SWT.
Jika niat seperti itu disertai dengan keinginan-keinginan nafsu, niscaya
kejujurannya menjadi batal (hilang).
3.
Shidqul “azam (tekad yang benar)
Yaitu semangat yang kuat, tidak ada kecendrungan lain, tidak
melemah dan tidak ragu-ragu.
4.
Shidq dalam menepati janji
Diantara orang-orang yang beriman ada orang-orang yang jujur
(menepati) apa yang mereka janjikan kepadan Allah SWT.
5.
Shidq dalam bekerja
Artinya hendaknya bersungguh-sungguh dalam beramal sehingga apa
yang tampak dalam perbuatannya adalah apa yang ada dalam hatinya. Barang siapa
yang memberi nasehat kepada oarang lain dengan tutur kata yang baik, tetapi
hatinya menginginkan agar ia dikatakan sebagai orang alim, ia telah
berbohong dengan perilakunya. Ia tidak
jujur, karena kejujuran beramal adalah sikap yang dalam kedaan sendiri ataupun
dihadapan banyak orang. Artinya, batinya seperti zhahirnya atau bahkan lebih
baik daripada zhahirnya.
Oleh karena itu, sifat jujur dan amanh saling memperkuat, dan
merupakan dua sifat yang tidak bisa dipisahkan, keduanya berkaitan erat dengan
keikhlasan berikut.
3.
Ikhlas
Menurut DR. Yusuf Al-Qaradhawi, orang yang ikhlas adalah orang yang
amal perbuatannya hanya didasari dengan mengharap keridhoan Allah SWT,
membersihkannya dari segala noda individual mapun duniawi.
Nabi SAW berkata kepada Mu’adz,
“
ikhlaskanlah amalmu, maka akan cukup bagimu (amal) yang sedikit”
Oleh karena itu, terapi keikhlasan adalah dengan menghilangkan
keinginan-keinginan nafsu dan memutus sifat tamak terhadap dunia, serta hanya
menginginkan akhirat. Keinginan akan akhirat itulah yang dominan dalam hati.
Dengan demikian keihlasan itu akan mudah diperoleh, karena betapa banyak amalan
yang diperbuat oleh manusia dengan susah payah. Dia mengira bahwa amalan-amalan
itu secara ikhlas dilakukan karena Allah, akan tetapi ternyata ia tertipu,
karena ia tidak melihat bahaya didalamnya. Maka hendaklah seorang dai sangat
berhati-hati dan selalu melakukan introspeksi diri, sehingga dakwahnya
benar-benar murni karena Allah SWT. Hendaklah ia selalu berkata kepada dirinya,
katakanlah saya tidak meminta imbalan (atas dakwahku), tidak ada yang memberi
imbalan kepadaku kecuali (Allah SWT ) tuhan semesta alam.
4.
Sabar
Sabar dapat berarti tabah, tahan uji, tidak mudah putus asa, tidak
tergesa-gesa, juga tdak mudah marah. Seorang dai yang menginginkan kebajikan
dalam dakwahnya perlu memiliki sifat sbar dalam segala situasi dan kondisi.
Sabar merupakan salah satu inti kebahagiaan, sebagaimana dikatakan
oleh imam ibnul qayyim, “inti kebahagiaan itu ada tiga:
1.
Apabila mendapat nikmat ia bersyukur
2.
Apabila diuju ia sabar
3.
Dan apabila ia berbuat dosa maka beristighfar.”
Selain itu, jiwa manusia memiliki dua kekuatan: kekuatan untuk maju
kedepan, dan kekutan untuk mengendalikan diri. Hakikat sabar ialah
mempergunakan “keuatan maju kedepan” untuk melakukan sesuatu yang membawa
manfaat bagimu, dan menggukan “kekuatan pengendalian” untuk mencegah diri dari
apa-apa yang membahayakanmu. Dengan demikian setiap muslim akam memiliki
keabaran untuk melaksanakan ketaatan dan
kesabaran untuk meninggalkan maksiat, sehingga dirinya dihiasi dengan akhlak
mulia. Sosok pribadi seperti inilah yang akan mampu mewarnai masyarakat dan
memformatnya dengan fornat Allah SWT.
Sabar tidak bisa dicapai kecuali dengan tiga hal:
1.
Menahan diri dari mengeluh
2.
Menahan lisan dari perkataan kotor dan mengadu domba
3.
Menahan anggota badan dari perbuatan zalim
Dengan itu, seorang muslim merasa mulia dan bersih hatinya, seakan
ia terbang kelangit bersama para malaikat Allah SWT yang mulia.
Pemahaman yang salah
Sebagian manusia mengira bahwa sabar merupakan perilaku atau sikap
negatif yang identik dengan menyerah, tidak berusaha, dan menghinakan diri. Padahal
tidak demikian, karena sabar merupakan inti dari akhlak yang terpuji. Ia
merupakan perilaku yang positif.
Sebagai sebuah contoh, adalah merupakan kesabaran, ketika
rasulullah SAW menghadapi penyiksaan, penghinaan, pelecehan, dan pengucilan
dari keluarganya, kaumnya, dan manusia yang paling dekat nasabnya. Dan kemudian
beliau menngatakan,” demi allah wahai pamanku, andaikan mereka mampu meletakkan matahari di tangan kananku,
dan bulan ditangan kiriku agar aku meninggalkan perjuangan ini, aku tidak akan
meninggalkannya, hingga Allah SWT memberi kemenangan atau aku binasa
karenanya.”. Apakah perkataan ini dianggap negatif, padahal beliau tetap tegar
dan teguh diatas yang haq, berakhlak mulia, dan berdakwah dengan bijaksana
serta berdebat dengan cara yang baik.
Demikianlah skhlak seorang dai, ia tidak sempit dada ketika dicaci
maki oleh musuh-musunya, dikatakan bodoh, tolol, dan sebagainya. Demikian juga
atas makar dan tipu daya yang dibuat oleh mereka, karena Allah SWT senantiasa
bersama orang-orang yang bertakwa, (yaitu dengan pertolongannya) dan Allah SWT
senatiasa bersama orang-orang yang beramal baik (yaitu dengan pemeliharaannya).
Dan tidak akan berbahaya baginya tipu daya orang-orang kafir.
Sabar, dan sabarlah!
Jika kesabaran merupakan kebutuhan bagi setiap orang, maka bagi seorang dai kesabaran
itu lebih dibutuhkan daripada yang lainnya. Kerena seorang dai bekerja dalam
dua medan, yang pertama ia menghadapi dirinya sendiri yakni berjihad melawan
nafsunya, mendorongnya untuk taat, dan mencegahnya dari maksiat, kemudian ia
juga harus menghadapi orang-orang diluar dirinya, yaitu dimedan dakwah. Ia
berdialog dengan masyarakat dan berbaur dengan mereka, karena seorang muslim
yang bergaul denagn masyarakat dan bersabar atas gangguan mereka itu lebih baik
daripada seorang muslim yang tidak mau bergaul dengan masyarakat sementara ia
tidak sabar atas gangguan mereka.
Karena itu, seorang dai membutuhkan porsi yang besar dari kesabaran
ini dalam dua medan, medan dirinya dan medan dakwah, sehingga ia mampu
mengatasi hambatan-hambatan dan sanggup memikul beban. Tetapi jika ia
kehilangan sifat sabar, ia akan berhenti atau menarik diri dari medan dakwah,
sehingga akan terkena hisab dan kehilangan pahala.
5.
Hirs (perhatian
yang besar)
Seorang dai harus memilki hirsh (perhatian yang besar) kepada objek
dakwahnya, sampai yang bersangkutan merasakan adanya perhatian yang besar
tersebut. Persaan seperti ini akan mampu membuka hatinya dan menggugah
persaannya, sehingga objek dakwah siap mendengarkan apa ayng disampaikannya.
Seoranga dai kadang-kadang terasa amat memperhatikan objek
dakwahnya, namun demikian tetap saja ia tidak bisa menentukan hasil amalnya dan
buah jihadnya. Dan seorang dai merasa sedih karena manusia berpaling dari
padanya dan jauhnya mereka dari dakwahnya.
Seorang dai sejati yang ikhlas karena Allah SWT akan merasa sakit
dan meyesal ketika ia melihat hambatan, penghinaan, dan pelecehan manusia
terhadap dakwahnya. Namun, ia tetap beriaman dan meyakini bahwa dakwahnya
adalah dakwah yang haq, dan jalannya adalah jalan yang lurus (benar).
Contoh
sikap hirs
Didalam kisah nabi Luth a.s kamu bisa melihat perhatia (hirsh)
itu tampak didalam perdebatan antara
sayyidina ibrahim dengan para utusan Allah SWT (malaikat) yang pernah datang
kepada kaum luth a.s demikian itu tedapat pada firman Allah SWT,
$£Jn=sù |=yds ô`tã tLìÏdºtö/Î) äí÷r§9$# çmø?uä!%y`ur 3uô³ç6ø9$# $uZä9Ï»pgä Îû ÏQöqs% >Þqä9 ÇÐÍÈ ¨bÎ) tLìÏdºtö/Î) îLìÎ=yÛs9 ×nº¨rr& Ò=ÏYB ÇÐÎÈ
Artinya : “Maka
tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang
kepadanya, diapun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum
Luth. Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang Penyantun lagi penghiba
dan suka kembali kepada Allah.”
6.
Tsiqah (percaya), punya ingatan yang kuat
Keimanan seorang dai itu sangat dalam dan kepercayaannya sangat
besar terhadap kemenangan agama. Ia percaya behwa sesungguhnya islam akan
dimenangkan umatnya, merdeka daulahnya, dan berkibar tinggi panji-panjinya.
Ajarannya akan tersebar di seluruh penjuru bumi dari timur sampai ke barat,
betapapun musuh-musuh terus-menerus membuat makar.
Para rasul dan kemenangan
Yang pernah terjadi pada kaum Nuh a.s
çnqç/¤s3sù çm»uZøyfRr'sù tûïÏ%©!$#ur ¼çmyètB Îû Å7ù=àÿø9$# $oYø%{øîr&ur tûïÏ%©!$# (#qç/¤2 !$oYÏG»t$t«Î/ 4 öNåk¨XÎ) (#qçR$2 $·Böqs% úüÏJtã ÇÏÍÈ
“Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami
selamatkan Dia dan orang-orang yang bersamanya dalam bahtera, dan Kami
tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Sesungguhnya mereka
adalah kaum yang buta (mata hatinya).”
Allah SWT juga memberi pertolongan kepada syu’aib a.s
$£Js9ur uä!$y_ $tRãøBr& $uZø¯gwU $Y6øyèä© tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä ¼çmyètB 7puH÷qtÎ/ $¨ZÏiB ÏNxyzr&ur tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß èpysø¢Á9$# (#qßst7ô¹r'sù Îû öNÏdÌ»tÏ úüÏJÏW»y_ ÇÒÍÈ
“Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan
Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan Dia dengan rahmat dari
Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur,
lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya.”
Tuduhan omomg kosong
Kemenangan atau pertolongan, sebagaimana bisa diperoleh di dunia,
ia juga bisa diraih di akhirat, sehingga nikmat dan kegembiraan itu dapat
diperoleh secara sempurna.
$¯RÎ) çÝÇZoYs9 $oYn=ßâ úïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä Îû Ío4quptø:$# $u÷R9$# tPöqtur ãPqà)t ß»ygô©F{$# ÇÎÊÈ
Artinya : “Sesungguhnya Kami menolong Rasul-rasul Kami dan orang-orang yang
beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari
kiamat).”
Berdasarkan
ayat tersebut maka pertolongan Allah SWT di dunia mapun di akhirat adalah sama
(tetap akan diberikan) sebagaimana ada yang setelah membunuh para nabi maka
Allah SWT memberi kekuasaan pada orang yang akan mendukung para nabi itu atas
mereka.
Beberapa arti kemenangan
Sesungguhnya
diantara makna keenangan adalah al-intiqam yang artinya siksaan Allah SWT telah
menyiksa orang-orang yang zalim ketika mereka hidup atau sesudah mati. Oleh
karena itu, kita ingatkan orang-orang yang memusuhi Allah SWT dan rasul-nya
yang selalu mengancam para pendukung-nya serta memerangi hamba-hamba-nya dan
para mujahidin di jalan Allah SWT kita ingatkan mereka dengan sunatullah yang
berlaku. Kita perlihatkan kepada mereka apa yang pernah menimpa umat-umat
terdahulu.
Barang
siapa mencoba menentang sunatullah, ia akan seperti planet yang keluar dari
peredarannya. Ia akan segera jatuh dari atas menuju bumi, padam cahayanya, dan
diinjak-injak oleh kaki serta diterbangkan oleh angin ketempat yang semakin
jauh.
Salah paham
Adanya
sebagian kaum muslimin yang salah paham terhadap makna pertolongan dan
kemenangan. Yakni ketika jalan dakwah ini terasa panjang bagi seorang dai, dan
tidak ada seorang pun yang mau menerima meskipun sang dai telah komitmen
terhadap manhaj dakwah secara benar. Bertahun-tahun Ia mendakwahi manusia
kepada agama Allah SWT, tetapi kemenangan belum juga terwujud dalam usianya
yang terbatas ini. Lalu mereka menganggap bahwa dakwah ini telah gagal dan
dainya pun lemah.
7.
Rahmah, Hilm, Dan Al-Anat
Rahmah(kasih sayang)
Sesungguhnya, sikap kasih sayang dalam segala hal sangat
diharapkan, diskusi dan dianjurkan baik dalam syariat maupun secara akal.
Dengan sikap itu, bermacam-macam keinginan dan kebaikan dapat dicapai, yang
tidak mungkin tercapai dengan cara kekerasan dan kekasaran.
Seorang dai wajib mengetahui bahwa risalah yang diembannya untuk
seluruh manusia ini adalah risalah rahmah (kasih sayang).
Rahmah (kasih sayang) itu meliputi kasih sayang dalam akidah,
syariat, dan akhlak. Kamu bisa melihat kasih sayang islam itu ada dalam seluruh
aspek kehidupan, sehingga kasih sayang itu telah menjadi ciri khas masyarakat
islam, baik terhadap sesama manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, bahkan terhadap
benda mati sekalipun. Bukankah ada seorang wanita yang dimasukan neraka karena
kucing yang disiksanya? Sebaliknya, ada seorang pelacur masuk syurga karena
belas kasihannyapada seekor anjing.
Rahmah (kasih sayang) tidak akan terwujud kecuali dengan
memperhatikan orang yang kalian dakwahi. Oleh sebab itu, janganah kalian
membenci mereka, tetapi tanamkan sifat kasih sayang terhadap mereka, sehingga
kamu bisa melihat apa yang mereka tidak bisa melihatnya, dan kamu dapat membawa
mereka kearah kebaikan.
Hilm (penyantun)
Sesungguhnya sifat penyantun (hilm) itu merupakan salah satu tanda
dari tanda-tanada kenabian Rasulullah SAW, sebagaimana diceritakan oleh Abddullah
Bin Salam mengenai kisah zaid bin sa’nah. Abdullha bin salam berkata: “
sesungguhnya Allah SWT ketiak hendak
memberi petunjuk pada Zaid Bin Sa’nah, Zaid berkata,’tidak ada sedikitpun dari
tanad-tanda kenabian kecuali aku telah melihatnya di wajah muhammad saw ada dua
hal yang akan aku beritahukan, sifat hilmnya mendahului ketidak tahuannya, dan
ketidaktahuan yang sangat itu tidak menambahinya kecuali semakin bersikap
halim. Aku pernah pergi kepadanya untuk berkawan dengannya, maka aku mengetahui
sifat hilmnya dari ketidaktahuannya.
Al-anat (lemah lembut)
Keberhasilan dakwah memanage dan mengatur strategi dakwah. Hal ini
dapat kita telusuri dari aplikasi hikmah yang diterapkan rasulullah bukan hanya
faktor Ilahiyah (takdir Allah), tetapi juga disebabkan oleh kelihaian beliau
dalam mencermati adanya perbedaan sarana dan kondisi atau dalam kerangka frame
of reference dan field of experience yang berbeda dari berbagai
objek dakwah. Sifat-sifat rasul yang digambarkan dalam al-Quran seperti kasih
sayang,[5]
ôs)s9 öNà2uä!%y` Ñ^qßu ô`ÏiB öNà6Å¡àÿRr& îÍtã Ïmøn=tã $tB óOGÏYtã ëÈÌym Nà6øn=tæ úüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ Ô$râäu ÒOÏm§ ÇÊËÑÈ
Artinya : “
sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa
olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu,
Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.”(QS. At-Taubah:128)
Bersikap lemah lembut, tidak keras dan tidak kasar, dan juga
bijaksana.[6]
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $àsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ÍöDF{$# ( #sÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ
Artnya : “Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.[7]
kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali-Imran: 159)
Pribadinya menarik, lembut tetapi bukan lemah, tawadhu’ merendahkan
diri tetapi bukan rendah diri, pemaaf tetapi disegani. Dia duduk di tengah
orang banyak, naum dia tetap tinggi dari orang banyak. Merasakan apa yang
dirasakan orang banyak.[8]
Sesungguhnya termasuk keburukan seorang dai terhadap dirinya
sendiri adalah apabila ia memberatkan manusia, seakan ia melihat mereka dengan
penglihatan yang hina, atau dengan pandangan yang sombong dan merasa paling tinggi.
Coba dengarkan kata-kata bijak Umar Bin Khathab r.a ketiak salah
seorang pegawainya masuk kerumahnya. Orang itu melihat umar bermain-main dengan
anak-anaknya, kemudian dia mengingkari perbuatan umar tersebut. Maka umar
berkata kepadanya,”apa yang kamu lakukan kepada keluargamu?” orang itu
menjawab, “ jika aku masuk, maka diamlah mereka.” Umar r.a berkata,” tinggalkan
tugas yang kamu emban, karena jiak kamu tidak bersikap lemah-lembut pada istri
dan anakmu, kamu oasti tidak akan bersikap lemah lembut pada umat muhammad
saw.”
8.
Wa’iy (pengetahuan yang luas)
Wa’iy atau pengetahuan yang luas, adalah kaharusan bagi seorang dai
untuk membekali dirinya dengan berbagai wawasan dan pengetahuan, baik yang
berkaitan dengan agama, pemikiran, politik, ataupun masalah gerakan dakwah itu
sendiri.
Seorang dai tidak boleh meninggalkan realitas dan hakikatnya, tidak
boleh juga berpegang kepada sesuatu yang berlebihan, karena dawah membutuhkan
akal seorang insiyur yang piawai dan kecerdasan seorang dokter yang berpengalaman
untuk melakukan pembersihan. Kemudian diiringi dengan menghiasi diri, yaitu
degan berbagai keutamaan, sehingga terwujudlah masyarakat yang diidam-idamkan.
Dia tegak diatas perencanaan yang rapi, karena harakah yang rusak tidak
mendatangkan kebaikan dan tidak memberikan manfaat, sebagaimana tutur kata yang
tidak tersusun itu juga tidak membawa pengaruh yang baik.
Oleh karena itu, seorang dai harus mempelajari lingkungan tempat
dia berada dengan studi yang mendalam,
sehingga ia mengetahui kekurangan-kekurangan dan penyakit yang ada pada
lingkungan itu. Setelah itu ia melakukan diagnosis. Lalu berfikir tentang
metode terapi yang tepat, bukan asal-asalan. Ia berusaha mengenali akal
manusia, kesiapan, tingkat bepikir mereka, serta keluasan wawasannya. Karena
tidaklah tepat jika seorang dai menyikapi lingkungan pedesaan sebagaimana
menyikapi lingkungan kota, atau mempergauli masyarakat terpelajar sebagaimana
dengan masyarakat awam. Intinya, seorang dai harus berbicara kepada setiap kaum
dengan memperhatikan keadaan dan bahasa yang mereka pergunakan.
Demikianlah, sesungguhnya dai selain membutuhkan fiqih, ilmu, dan
perencanaan, juga membutuhkan dua sayap, yaitu sayap ketakwaan agar ia
benar-benar total dalam beramal kepada Allah SWT dan sayap kepekaan agar ia
dapat terhindar dari tipu daya, rencana jahat, dan makar musuh, betapa banyak
orang yang bertakwa, tetapi ia tidak memiliki kepekaan, sehingga ia jatuh dalam
perangkap musuh, dan betapa banyak dari dai yang tidak memiliki ketakwaan yang
akhirnya tenggelam dalam kenikmatan dunia dan mengikuti hawa nafsunya.
C.
PENUTUP
Demikianlah hasil makalah yang penulis buat, penulis menyadari
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini, untuk itu
penulis mengharapkan saran, kritkan dan sanggahan dari dosen pembimbing dan
teman-teman.
DAFTAR RUJUKAN
Abduh, Muhammmad. 2005. Komitmen Dai Sejati. Al-I’tishom
Cayaha Umat: Jakarta-Timur
An-Nabiry, Fathul Bahri. 2008. Meniti Jalan Dakwah Bekal
Perjuangan Para Dai. Amzah: Jakarta
Aziz, Jum’ah Amin Abdul. 2005. Fiqh Dakwah. Era Intermedia:
Surakarta
Hamka. 1984. Prinsip dan Kebijaksanaan Da’wah Islam. Pustaka
Panjimas: Jakarta
Keluarga Besar BPI-09. 2012. Metode dakwah.
Munir, M. 2006. Metode Dakwah. Kencana: Jakarta
Saifudin, Muhammad. 2007. Al-Qur'anulkarim Terjemah Tafsir Perkata.
Syaamil Al-Qur'an: Bandung
Salmadanis. 2004. Dai dan Kepemimpinan. Minangkabau
Foudation: Jakarta- Barat
[1] Salmadanis, da’i dan kepemimpinan, minangkabau foundation, jakarta
barat: 2004, h. 22
[2] Jum’ah Amin Abdul Aziz, FIQH DAKWAH, Era Intermedia, Solo:
2005, h. 74
[3] Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para
Dai, Amzah,Jakarta: 2008, h. 162
[5] Lihat, QS. At-taubah:128
[6] Lihat, QS. Ali-imran:159
[7] Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya,
seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.
[8] Hamka, prinsip dan kebijaksanaan da’wah islam.pustaka panjimas,
jakarta: 1984, h. 230
Tidak ada komentar:
Posting Komentar