Rabu, 17 Juni 2015

FIQIH DAKWAH

 MEMUDAHKAN BUKAN MENYULITKAN
Oleh : Hafizul & Siska
A.      PENDAHULUAN
Bicara mengenai dakwah, tak akan lepas dari satu hal ini, yaitu hikmah. Hikmah ini bukanlah seberapa besar kebaikan yang diberikan. Hikmah adalah bagaimana kita peka terhadap kebutuhan mad’u/obyek dakwah. Seberapa manfaat yang dapat diberikan pada mad’u. Kemudian karenanya mad’u terlekatkan hatinya pada dakwah, kebenaran, dan kebaikan.
Dalam menyampaikan dakwah islam, banyak hal yang harus diketahui oleh seorang da’i, bukan hanya berkewajiban menyampaikan apa yang diperintahkan dalam quran dan hadist saja, namun bangaimana dakwah atau pun ajaran dalam quran dan hadist tersebut bisa teraflikasikan di kehidupan sehari-hari di masyarakat. Banyak di zaman sekarang ini yang menganggap dirinya seorang da’i dan dalam berdakwahnya penuh semangat dan perjuangan, namun banyak hal yang tidak diperhatikan atau mungkin tidak tahu dengan permasalahan-permasalan yang akan membuat dakwahnya tersebut tidak berjalan lancar. Diantaranya ialah dalam berdakwah tidak adanya perhatian atau menggunakan kaidah (memudahkan dan bukan menyulitkan).

 3 ߃̍ムª!$# ãNà6Î/ tó¡ãŠø9$# Ÿwur ߃̍ムãNà6Î/ uŽô£ãèø9$# (
Artimya : Allah menginginkan kemudahan bagi kamu, dan Dia tidak menginginkan kesulitan bagimu.” (Al-Baqarah: 185).

Diantara upaya mempermudah itu adalah menjauhi sikap sok fasih (tafashshuh) dan berlebihan dalam berbicara. Yang paling penting, dai perlu menghubungkan antara tema yang ia bicarakan dengan realitas yang sedang dihadapi oleh objek dakwah, dengan cara membuat ilustrasi yang mudah dipahami, membangkitkan perhatian, dan menggunakan perbandingan dengan hal-hal serupa. Dai juga hendaknya mengikutsertakan objek dakwah dalam pembicaraan dengan suasana dialogis (komunikasi dua arah), agar dapat diukur sejauh mana pengertian yang dapat ditangkap oleh objek. hendaknya pula tidak berlebihan dalam melontarkan pertanyaan-pertanyaan pada objek dakwahnya, sebelum ia yakin bahwa dia sendiri menguasai jawabannya beserta seluruh argumentasi dan dalil-dalilnya. Nabi bersabda (diriwayatkan oleh Anas bin Malik) “Permudahlah, jangan dipersulit, besarkan hati jangan membuat orang lari.” (HR.Bukhari).

B.       PEMBAHASAN
Setiap da’i wajib melihat objek dakwahnya dengan jiwa dan pandangan seorang pendidik yang penuh kasih sayang, rendah hati dan pemaaf. dia senantiasa mengharap kebaikan atas diri  objek dakwahnya. Bukan sebaliknya memeandang objek dakwah dengan pandangan penuh kepura-puraan, sok alim, dan berusaha menampilkan kesan dihadapan mereka bahwa dirinya adalah yang paling pintar dimuka bumi. Apabila dia berbicara dia ingin agar semua manusia diam dan mendengarkan dan jika memerintah ia ingin agar semua orang menuruti perintahnya.
Tersebut dalam kitab shahih bukhari muslim, dari ubay bin Ka’ab, bahwa rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Musa a.s pernah berdiri sebagai khatib di hadapan bani israil, lalu Musa ditanya tentang siapakah manusia yang paling alim. Musa menjawab, “aku” serta merta Allah ta’la mencelanya karena masih ada ilmu yang belum sampai kepadanya. Kemudian Allah memberi wahyu kepadanya bahwa Allah mempunyai seorang hamba yang tinggal di pertemuan dua lautan yang lebih alim dari pada Musa dan Allah memerintahkan Musa datang dan berguru kepadanya”
Itulah kisah Musa bersama khaidir. Bila kita baca kisah itu bahwa ilmu yang diberikan oleh Allah kepada khidir adalah sulit bagi Nabi Musa untuk menangkap dan memahaminya. Hal ini untuk menunjukkan kepada musa bahwa dia bukanlah yang terpandai. Masih ada orang yang lebih alim dari dirinya.
Dari sinilah, seorang da’i wajib berbicara sesuai dengan kadar akalnya, sehingga memudahkan apa-apa yang terasa sulit dan menjelaskan apa-apa yang belum jelas bagi mereka. Seorang da’i tidak perlu menampakkan penampilan seakan sebagai seorang yang alim dan bijak, agar dikatakan oleh manusia bahwa dia adalah seorang yang alim. Karena kalau demikian yang terjadi, maka amalnya akan terhapus dan sia-sia. Sebaliknya tugas pokok baginya adalah membari kemudahan kepada manusia, dan diantara upaya memudahkan itu adalah menjauhi sikap sok fasih (tafashuh) dan berlebihan dalam berbicara. Ini adalah suatu sikap dan perbuatan yang dituntut untuk dimiliki oleh setiap da’i. Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya orang yang paling aku benci diantara kamu dan yang paling jauh dariku dihari kiamat dalah orang yang banyak bicara, orang yang mulutnya penuh dengan omong kosong dan orang yang suka menonjolkan kelebihan dirinya dihadapan orang lain. (HR. Tirmidzi).
 Seorang da’i harus menghindarkan dirinya dari perangkat setan, halusnya riya’ serta godaan yang memperindah hawa nafsu yang memaksanya untuk berbuat kemaksiatan, sehingga amal baiknya terhapus. ALLAH berfirman dalam surat Al-kahfi ayat: 110
ö@è% !$yJ¯RÎ) O$tRr& ׎|³o0 ö/ä3è=÷WÏiB #Óyrqム¥n<Î) !$yJ¯Rr& öNä3ßg»s9Î) ×m»s9Î) ÓÏnºur ( `yJsù tb%x. (#qã_ötƒ uä!$s)Ï9 ¾ÏmÎn/u ö@yJ÷èuù=sù WxuKtã $[sÎ=»|¹ Ÿwur õ8ÎŽô³ç ÍoyŠ$t7ÏèÎ/ ÿ¾ÏmÎn/u #Jtnr& ÇÊÊÉÈ  
Artinya: katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (Q.s Al-kahfi 110)
Yang paling penting untuk dioperharikan seorang da’i dalam upaya menarik perhatian pendengarnya saat berbicara dengan mereka adalah menghubungkan dengan tema yang dia bicarakan dengan realitas yang sedang dihadapi dengan objek dakwah, dengan cara membuaat ilustrasi-ilustrasi yang mudah dipahami, dan menggunakan ragam uslub yang membangkitkan perhatian, serta menggunakan perbandingan-perbandingan dengan hal-hal yang serupa.
Atau bisa juga menampilkan hal-hal yang berlawanan dengan topik yang sedang dibahas untuk mempertajam pemahaman. Misalnya ketika membahas masalah kejujuran (siddiq), maka bisa dipertentangkang dengan sifat dusta (kidzib), atau dengan contoh dua orang, yang satu jujur dan yang lain pendusta yang tidak pernah berbicara benar. Dengan demikian, audiens mudah memahami pesan yang disampaikan dan mampu membedakan yang baik dan yang buruk.
Pada saat yang sama, seorang da’i hendaknya tidak berlebihan dalam melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada objek dakwahnya, sebelum dia yakin bahwa dia sendiri menguasai jawabannya beserta seluruh argumentasi dan dalil-dalilnya. Jika tidak, maka dia akan terajerjerumus kedalam kesulitan yang dibuatnya sendiri, dimana hal itu justru akan mengurangi kepercayaan sang objek dakwah kepada dirinya.[1]
Salah satu karakteristik agama Islam adalah mudah, tidak menyulitkan. Dalam surat Al-Baqarah ayat 185 seperti yang di sebutkan diatas, “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu....”
Nabi saw bersabda, “Permudahlah dan jangan kamu persulit, gembirakanlah dan jangan membuat mereka berlari,” (Muttafaq ‘alaih, lihat Al-Nawawi, Riyad al-Shalihin, Cairo : Dar al-Taqwa, juz 1, hlm 367).
Setiap dai harus mengetahui bahwa setiap hukum dalam syari’at Islam, baik perintah maupun larangan, bertingkat-tingkat. Ada perintah ibadah yang hukumnya wajib ‘ain (harus dilakukan setiap individu), ada juga yang hukumnya wajib kifayah (cukup sebagian orang yang melakukan kewajiban tersebut). Di samping itu, ada perintah yang tidak sampai kepada batasan wajib, yaitu sunah, terbagi atas mu’akadah yang ditekankan untuk dapat dilakukan, menyerupai hukum wajib, dan ghoiru mu’akkadah yang tidak terlalu ditekankan.
Terkait dengan larangan, ada yang hukumnya haram sebagai larangan keras, dan makruh, larangan yang tidak terlalu keras. Jika dalam kondisi sulit, perintah dan larangan ibadah dalam Islam tersebut menetapkan pilihan-pilihan yang dapat dilakukan sebagai penggantinya. Namun, bukan berarti perintah ibadah dapat seenaknya diganti dan diubah. Meski ia sebagai perintah ibadah namun tetap didasarkan kepada kemampuan manusia sebagai mukalafnya. Allah berfirman,
Ÿw ß#Ïk=s3ムª!$# $²¡øÿtR žwÎ) $ygyèóãr
Artinya :“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya...,” (QS Al-Baqarah [2]: 286).
Dai yang tidak mengetahui tingkatan hukum syariat dapat dipastikan dakwahnya akan membuat mad’u lari dan merasa sulit untuk melakukan suatu amalan. Hal itu karena dai menganggap semuanya sama dalam tingkatan hukum.[2]
Diantara metode yang menyejukkan yang ditempuh oleh Rasulullah dalam berdakwah yaitu mempermudahkan dan tidak mempersulit serta meringankan bukan memberatkan begitu melimpah al-quran maupun teks as-sunnah yang memberikan isyrat bahwa memudahkan itu lebih disukai Allah dari pada mempersulit.
 ßƒÌãƒ ª!$# ãNà6Î/ tó¡ãŠø9$# Ÿwur ߃̍ムãNà6Î/ uŽô£ãèø9$#   
Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (Qs Al-Baqarah : 185)
߃̍ムª!$# br& y#Ïeÿsƒä öNä3Ytã 4 t,Î=äzur ß`»|¡RM}$# $ZÿÏè|Ê ÇËÑÈ  
Artinya : Allah hendak memberikan keringanan kepadamu[286], dan manusia dijadikan bersifat lemah
Bahwa Allah tidak pernah ingin menyulitkan hamba-hambanya, segala apa yang diperintahkan hanyalah kesanggupan dari manusia itu sendiri, kelemahan manusia tidak perlu dijadikan sebagai alas an untuk melakukan sesuatu karna kelemahan itu telah di berikan oleh Allah bukan untuk tidak melakukan sesuatu apapun, keringanan yang Allah berikan adalah suatu kekuatan untuk melakukan apa-apa yang telah Allah perintahkan.
Yaitu dalam syari'at di antaranya boleh menikahi budak bila telah cukup syarat-syaratnya.
߃̍ムª!$# Ÿ@yèôfuŠÏ9 Nà6øn=tæ ô`ÏiB 8ltym
Artinya : Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu.
Dalam shohih Bukhari disebutkan ketika Rasulullah mengutus sahabatnya (untuk berdakwah) bersabda: “mudahkan jangan kalian persulit berikan kabar gembira jangan buat mereka lari.
Dalam hadits lain disebutkan “ tenangkan jangan kalian takut-takuti” Abu Hurairoh pernah menggambarkan bahwa pernah seorang Arab kencing di masjid dengan serta merta orang disekelilingnya berdiri dan ingin memukulinya. Kemudian Rasulullah besabda: Tinggalkanlah dia dan tuangkanlah air di atas kencingnya atau seember air. Sesungguhnya aku diutus untuk mempermudah bukan mempersulit”.
Dari Syaidatina Aisyah r.a beliau Berkata : Rasulullah tidak pernah memilih antara dua perkara sama sekali melainkan memilih yang paling mudah diantara keduanya selama tidak berdosa.  Tetapi, jika ada dosa ketika memilih yang mudah maka Rasulullah adalah paling jauh darinya.
Rasulullah yang mulia juga bersabda: sebaik-baiknya agamamu adalah yang paling memberikan kemudahan. Kemudian: sesungguhnya allah SWT. Senang apabila dikerjakan ruhsoh yang diberikan-Nya sebagaimana ia benci jika dikerjakan kemaksiatan (kepada) Nya.
Mengkaji hadits-hadits Rasulullah yang sesuai dengan semangat Al-quran di atas tampaknya kita lebih banyak membutuhkan pendekatan dakwah yang memudahkan dan menggembirakan dari pada memberatkan dan menyulitkan, apalagi apabila dakwah itu ditujukan kepada mad’u yang baru memeluk agama Islam atau yang melakukan taubat.[3] Banyak conton yang menunjukkan bahwa Allah juga selalu mempermudan hambanya dan bukan mempersulit hambanydalam segala hal misalnya:
a.         Bersama Allah melalui kitabnya
ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ   ª!$# ßyJ¢Á9$# ÇËÈ   öNs9 ô$Î#tƒ öNs9ur ôs9qムÇÌÈ   öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! #·qàÿà2 7ymr& ÇÍÈ     
Artinya : Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.  Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (Q.S Al-Ikhlas 1-4)
Surat ini mengandung pilar terpenting mengenai dakwah Nabi. Yakni penjelasan tentang prinsip tauhid dan mensucikan Allah. Dan juga tentang batasan secara umum bagi amal perbuatan, dengan penjelasan amalan-amalan shaleh dan lawannya.[4]
b.         Melalui shalat
Allah memudahkan pelaksanaan shalat dan menghilangkan kesulitan dalam masalh wudhu’, padasat air sulit didapatkan atau sebab yang lainnya. Dalam kondisi seperti itu, bahkan jika air dan debu tidak mereka dapatkan, mereka tetep bias shalat. ‘shalatlah kamu dengan berdiri, jika tidak mampu maka dengan duduk, dan jika tidak mampu maka diatas lambungmu (muring).




c.         Melalui puasa
ãöky­ tb$ŸÒtBu üÏ%©!$# tAÌRé& ÏmŠÏù ãb#uäöà)ø9$# Wèd Ĩ$¨Y=Ïj9 ;M»oYÉit/ur z`ÏiB 3yßgø9$# Èb$s%öàÿø9$#ur 4 `yJsù yÍky­ ãNä3YÏB tök¤9$# çmôJÝÁuŠù=sù ( `tBur tb$Ÿ2 $³ÒƒÍsD ÷rr& 4n?tã 9xÿy ×o£Ïèsù ô`ÏiB BQ$­ƒr& tyzé& 3 ߃̍ムª!$# ãNà6Î/ tó¡ãŠø9$# Ÿwur ߃̍ムãNà6Î/ uŽô£ãèø9$# (#qè=ÏJò6çGÏ9ur no£Ïèø9$# (#rçŽÉi9x6çGÏ9ur ©!$# 4n?tã $tB öNä31yyd öNà6¯=yès9ur šcrãä3ô±n@ ÇÊÑÎÈ  
Artinya : (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.(Qs. Al-baqarah : 185)
d.        Melalui haji
Kita sering menyaksikan perselisihan pendapat dikalangan umat islam tentang manasik haji. Banyak diantara mereka yang berlebihan dalam berbicara seputar masalah ini dan merasa paling alim di atas bumi. Mereka berlebihan dalam menentukan hukum dan aturan pelaksanaan haji, sehingga justru mempersulit kaum muslimin itu sendiri.
Cobalah simak baik-baik apa yang dikatakan ibmu Al-Abbar, bahwa seseorang berkata kepada nabi SAW, “saya berziarah sebelum melempar” nabi berkata “ tidak apa-apa”, orang itu berkata lagi, “saya mencukur sebelum menyembelih, “nabi menjawab” tidak mengapa”. Dalam riwayat lian disebutkan bahwa nabi SAW tidak ditanya tentang sesuatu pun kecuali beliau menjawab, “lakukanlah, itu tidak mengapa” ( HR. Bukhari)
Sebagai ulama mengatakan ,”melanggar dalam manasik haji itu melanggar sunah.” Ibnu Hazm mengatakan , “mereka tidak menyalahi sunah dan tidak melanggar sunah, karena ia merupakan sesuatu yang diperbolehkan oleh Rasullulah SAW, apalagi beliau tidak melihat didalamnya dosa. Tetapi dalam hal ini mereka sekedar meninggalkan yang lebih afdhal saja.”
Kalian semua, wahai saudaraku para dai, harus memahami, bahwa masalah tersebut adalah masalah khilafiah antara sunah dengan mubah, bukan antara wajib dengan mubah, bukan pula sunah dengan bid’ah, yang paling penting dalam hal ini adalah pelaksanaan, sehingga wajib bagi dai yang faqih untuk tidak memperberat manusia, apabila mereka mendahulukan atau mengakhirkan satu dengan yang lain. Setiap dai tidak mempersulit, karena Rasulullah tela memberikan teladan baik kepada kita dengan mempermudah.[5]
e.        Melalui Jihad
Marilah kita baca bersama ayat-ayat berikut ini, kemudian renungkanlah bagaimana manhaj dakwah Al-Qur’an dalam menerangkan kewajiban jihad fi sabillilah. Yakni dengan uslub yang dapt memperkukuh keyakinan dan menarik hati manusia untuk mengorbankan jiwanya di jalan Allah dengan penuh keikhlasan. Bahkan gugur dijalan Allah menjadi cita-cita tertinggi mereka, Allah SWT berfirman,
 öNs9r& ts? n<Î) tûïÏ%©!$# (#qã_tyz `ÏB öNÏd̍»tƒÏŠ öNèdur î$qä9é& uxtn ÏNöqyJø9$# tA$s)sù ÞOßgs9 ª!$# (#qè?qãB §NèO óOßg»uômr& 4 žcÎ) ©!$# rä%s! @@ôÒsù n?tã Ĩ$¨Z9$# £`Å3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Y9$# Ÿw šcrãà6ô±o ÇËÍÌÈ   (#qè=ÏG»s%ur Îû È@Î6y «!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ììÏÿxœ ÒOŠÎ=tæ ÇËÍÍÈ  

Artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; Maka Allah berfirman kepada mereka: "Matilah kamu’, kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.  dan berperanglah kamu sekalian di jalan Allah, dan ketahuilah Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.(Al-Baqarah : 243-244)
Sebelum memerintahkan mereka untuk berperang, Allah mendahulukan kisah yang sekiranya dapat memperkuat akidah dan menghilangkan perasaan takut mati, serta memberitahu setiap muslim, bahwa alau ajal sudah dating tidak bisa dipercepat atau ditunda seseat pun. Tidak bisa diajukan dan tidak bisa pula diundurkan meski sedetik pun.
Dengan demikian, mereka yang memahami hal ini akan merasa tenang, karena tangan manusia tidak berkuasa walau sedikit pun untuk mengurangi atau menambah, memperpendek atau memperpanjang umur seseorang. Dengan demikian, dia bisa melaksanakan jihad dengan penuh keyakinan dan tawakal terhadap ketentuan Allah dan menarik apa yang menjadi ketentuannya.
Renungkanlah, semoga Allah memberikan pemahaman kepadamu mengenai agama ini, bagaimana kisah yang menarik itu mendahuli perintah jihad, agar jihad itu menjadi ringan dna mudah diterima oleh jiwa manusia. Demi Allah, jika ini merupakan manhaj Al-Qur’an, mengapa kita tidak mengikutinya?[6]
Dari sebahagian contoh diatas bahwa Dai wajib berbicara dengan manusia sesuai dengan kadar akalnya, sehingga memudahkan apa-apa yang terasa sulit dan menjelaskan apa-apa yang belum jelas bagi mereka. “Permudahlah, jangan dipersulit, besarkan hati, jangan membuat orang lari.” (HR.Bukhari). Salah satu hal yang meringankan objek dakwah adalah menjarangkan frekuensi pemberian arahan kepadanya, dengan memperhatikan ketepatannya. “Allah menginginkan kemudahan bagimu, dan Dia tidak menginginkan kesulitan bagimu...” (Albaqarah: 185).[7] Kesuksesan dalam berdakwah tidak lepas dari cara kita memudahkan dan tidak mempersulit dalam menyampaikan dakwah termasuk cara-cara pelaksanaan apa yang di sebutkan dalam quran dan hadits. Dan dalam bahadan ini satu hal yang sanat penting ialah memudahkan tapi jangan dimudah-mudahkan untuk kepentingan yang hanya untuk menguntungkan kita.

C.      PENUTUP
Demikianlah makalah kami. Selanjutnya, untuk lebih baiknya, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun  untuk kemajuan makalan ini kedepannya. Terima kasih







DAFTAR BACAAN

Ahmad mustafa al-maragi, terjemahan tafsir al-maragi, cv toha putra, semarang: 1394
Fiqh dakwah jum’ah amin, artikel, minggu 09-03-13, jam 20:22
Imam punarko, memudahkan bukan menyulitkan, artikel, minggu 09-03-13, jam 20:15
Jum’ah Amin Abdul Aziz, Figh Dakwah, Dar Ad-Dakwah, Iskandaria, mesir: 2005
Kaidah-kaidah dakwah, artikel, minggu 09 maret 2013 jam 24:54
M.Munir,S.A,g, MA. Metode dakwah, cetakan ke-3 jakarta: kencana 2009
Prof. Dr. Moh. Ali aziz, M.Ag, ilmu dakwah, edisi revisi, kencana pranada media sgroup, Jakarta 2009
Quran dan terjemahan digital



[1] Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqh Dakwah, Dar Ad-Dakwah, Iskandaria, mesir: 2005 Hal. 318-320
[2] Kaidah-kaidah dakwah, artikel, minggu 09 maret 2013 jam 24:54
[3] Ibid 54-55
[4] Ahmad mustafa al-maragi, terjemahan tafsir al-maragi, cv toha putra, semarang: 1394, hal 464.
[5] Imam punarko, memudahkan bukan menyulitkan, artikel, minggu 09-03-13, jam 20:15
[6] Jum’ah Amin Abdul Aziz, Figh Dakwah, Dar Ad-Dakwah, Iskandaria, mesir: 2005, hal 324-325
[7] Fiqh dakwah jum’ah amin, artikel, minggu 09-03-13, jam 20:22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar