TAFSIR
TENTANG ZINA
(Q.S.
An-Nisa: 15-16)
1.
Q.S. An-Nisa: 15-16
ÓÉL»©9$#ur
úüÏ?ù't
spt±Ås»xÿø9$#
`ÏB
öNà6ͬ!$|¡ÎpS
(#rßÎhô±tFó$$sù
£`Îgøn=tã
Zpyèt/ör&
öNà6ZÏiB
(
bÎ*sù
(#rßÍky
Æèdqä3Å¡øBr'sù
Îû
ÏNqãç6ø9$#
4Ó®Lym
£`ßg8©ùuqtFt
ßNöqyJø9$#
÷rr&
@yèøgs
ª!$#
£`çlm;
WxÎ6y
ÇÊÎÈ Èb#s%©!$#ur
$ygÏY»uÏ?ù't
öNà6ZÏB
$yJèdrè$t«sù
(
cÎ*sù
$t/$s?
$ysn=ô¹r&ur
(#qàÊÌôãr'sù
!$yJßg÷Ytã
3
¨bÎ)
©!$#
tb$2
$\/#§qs?
$¸JÏm§
ÇÊÏÈ
Artinya: 15. dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang
menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka
kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya,
atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya[276].
16. dan
terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah
hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri,
Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang. (Q.S.
An-Nisa:15-16)
2.
Mufradat kata-kata sulit
Keji : pt±Ås»xÿø9$
Saksi : #rßÎhô±tFó$$s
Maka kurunglah mereka : Æèdqä3Å¡øBr'sù
Empat : pyèt/ör
3.
Penjelasan Ayat
Dalam ayat 15 ini dibahas delapan masalah, yaitu:
1.
Ketika Allah SWT menyebutkan berbuat baik terhadap
kaum wanita dan memberikan mahar kpada mereka, kemudian merebet pada masalah
waris yang disandingkan dengan waris laki-laki, maka dalam ayat ini juga
disebutkan ketegasan terhadap wanita yang melakukan perbuatan keji (zina) agar
tidak terbesit pada benak wanita yang tidak menjaga kehormatan diri.
2.
Firman Allah SWt: والثي adalah jama’ dari الثي, ia
adalah isim mubham untuk mu’anas. Ia bersifat makrifah
(defiitif), di mana tidak boleh menghilagkan alif laam untuk
menjadikannya nakirah, dan tidaklah sempurna lafazh tersebut
kecuali dengan alif laam.
3.
Firman Allah SWT :
úüÏ?ù't
spt±Ås»xÿø9$#
Yang
dimaksudkan di sini adalah zina. Fahisyah merupakan perkara yang keji. Fahisyah
bentuk mashdar sebagaimana العاقبه dan العا في. Dan Ibn Mas’ud بالفاحشه yaitu dengan tambahan huruf jar, huruf
ba’.
4.
Firman allah :
`ÏB
öNà6ͬ!$|¡ÎpS
(para
wanita) disandarkan kepada makna islam dan penjelas kepada wanita yang
beriman, seperti firmannya :
(#rßÎhô±tFó$$sù
£`Îgøn=tã
Zpyèt/ör&
öNà6ZÏiB
(hendaklah
ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikan)). Yaitu di antara
kaum muslim, Allah SWT mensyaratkan empat saksi dalam tuduhan zina sebagai
sikap tegas terhadap penuduh dan menutupi aib hamba. Mengharuskan adanya empat
orang saksi perihal zina ini merupakan hukum yang bermaktub dalam taurat, injil
dan al-Qur’an.
5.
Allah SWT berfirman :
tûïÏ%©!$#ur
tbqãBöt
ÏM»oY|ÁósßJø9$#
§NèO
óOs9
(#qè?ù't
Ïpyèt/ör'Î/
uä!#ypkà
óOèdrßÎ=ô_$$sù
tûüÏZ»uKrO
Zot$ù#y_
Artinya: dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita
yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,
Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, (Q.S. An-Nur: 4)
Abu Daud meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, ia berkata
seorang Yahudi membawa seorang laki-laki dan perempuan dari kalangan mereka
yang telah melakukan zina kepada Nabi SAW, beliau bersabda, “datanglah
padaku dua orang alim dari kalangan kalian”, maka dihadapkan kepada beliau
dua orang Suriah, lalu beliau berkata kepadanya : “apa yang kalian ketahui
dalam Taurat mengenai perkara ini?, keduanya menjawab: kami ketahui dalam
Taurat, jika ada empat orang saksi yang melihat zakar laki masuk faraj wanita seperti batangan celak
yang dimaksudkan dalam botolnya, maka keduanya dirajam. Beliau berkata : “llu
apa yang menghalangi kalian untuk merajam keduanya?’ keduanya menjawab :
pemimpin kami telah pergi dan kami tidak menyukainya. Rasulullah SAW meminta
didatangkan saksi, merekapun datang dan bersaksi bahwa melihat zakarnya masuk
di faraj (kemaluan) wanita seperti batangan celak yang dimasukkan dalam
botolnya, maka Rasulullah SAW memerintahkan untuk merajam keduanya.
Satu kelompok ulama berkata : disyaratkannya
persaksian empat orang dalam perihal zina agar dua saksi dapat memenuhi hak dua
pelaku zina, namun ini pendapat yang lemah karena sumpah masuk konteks harta
dan lauts masuk konteks sumpah dan kedua hal ini tidak masuk dalam
pembahasan ini.
6.
Semestinya orang yang menjadi saksi adalah laki-laki.
Sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah SWT, minkum dalam hal ini
tidak ada perselisihan di antra para ulama. Hendaklah para saksi itu adalah
orang-orang yang adil, karena Allah SWt mempersyaratkan sikap adil dalam
perkara jual beli, ini isyarat yang paling penting.
7.
Firman Allah :
öNà6ZÏiB
(
bÎ*sù
(#rßÍky
Æèdqä3Å¡øBr'sù
Îû
ÏNqãç6ø9$#
Kemudian
apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita wanita
itu) dalam rumah. Ini merupakan hukuman pertama dari perbuatan zina di masa permulaan
islam. Ini pendapat Ubadah bin Shamit, Al-Hasan dan Mujahid. Kemudian hukuman
ini dihapus dengan hukuman yang dijelaskan dalam surah An-Nur yaitu hukuman
rajam bagi pelakunya yang telah menikah.
Sekelompok
ulama berkata: Rajam merupakan hukum pertama yang diberlakukan, kemudian
diganti hukum kurungan, hanya qira’ahnya saja yang dilahirkan dan
dikedepankann, hal itu disebutkan oleh Ibnu Faurak.
Kurungan di
rumah terjadi di awal-awal islam sebelum perkara ini menyebar, namun tatkala
pelakunya semakin banyak dan dikhawatirkan terus bertambah, maka mereka pun
dihukum dengan dijebloskan ke penjara. Demikian pendapat ibnu Al-Farabi.
8.
Para ulama berbeda pendapat apakah kurungan atau
penjara ini adalah had (hukuman) ataukah diancam dengan hukuman. Dalam
hal ini ada dua pendapat:
a. Diancam dengan hukuman
b. Bahwa penjara merupakan hukuman. Ini adalah
pendapat IBny Abbas dan Al-Hasan. Ibnu Zaid menambahkan bahwa mereka dicegah
dari menikah hingga ajal menjemput, karena pebuatan mereka yang mengkehendaki
pernikahan di luar jalurnya. Penjara adalah hukuman yang lebih dasyat. Hanya
saja hukumannya pempunyai batas waktu, sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat
lain dan berdasarkan dua penafsiran tentang mana di antara keduanya yang lebih
dahulu. Keduanya dibatasi oleh waktu.
Sebagian
ulama berpendapat bahwa siksaan dan memperlakukan tetap diberlakukan bersama
rajam, karena keduanya tidak bertentangan, bahwa merupakan satu kesatuan.
Adapun kurungan, telah dihapus menurut ijma’ dan pemutlakan ‘terhapus’ yang
dilakukan oleh orang-orang terdahulu bersifat fleksible.
Di ayat
berikutnya (ayat 16) juga dibahas tujuh masalah:
1. Firman Allah SWT wallazina I”dan
terhadap dua orang”. Allazina adalah bentuk kata yang menunjukkan arti dua,
dari bentuk tunggal allazi.
Sibawaih
mengatakan bahwa maknanya, dan apa-apa yang dibacakan atas kalian adalah
perbuatan keji dua orang yang melakukan, yang dimaksud adalah perbuatan keji di
antara kamu.
2. Firman-Nya, “maka berilah hukuman kepada
keduanya”. Qatadah dan As-Suddi berpendapat bahwa maknanya adalah
sebagai ungkapan at taubikh (menjelakkan)
dan at tayir (mempermalukan).
ulama berpendapat mencela dan mencari ta’yir
Ibnu Abbas berkata. “dicela dengan mulut dan dipukul dengan sandal”.
An-Nuhas berkata, “ sekelompok kaum mengira bahwa ayat itu dihapus.”
Al-Qurtubi
megatakan , Ibnu Abu Najih dari mujahid meriwayatkan perihal firman Allah SWT, walati
yaktinalfaahisyah dan wallazina yaktiniha dua ayat ini merupakan
perintah awal yang menghapus ayat yang terdapat dalam surah An-Nur.
3. Para ulama berbeda pendapat dalam
menafsirkan firma Allah SWT wallatiy dan firman-Nya wallaziy ,
mujahid dan selainnya mengatakan bahwa ayat pertama tadi tentang wanita berlaku
umum, baik wanita yang sudah menikah maupun belum, dan ayat kedua khusus
laki-laki dan lafazh tatsaniyah (menunjukan arti dua) menjelaskan dua sisi
laki-laki, yang telah menikah maupun belum, sehingga hukuman bagi wanita adalah
kurungan dan lai-laki adalah siksaan. Ini merupakan pendapat n yang dikandung
lafazh ini. Dan kalimat ini dimaksudkan untuk perbuatan zina dan dikuatkan pada
ayat pertama dengan lafazh minnisa’ikum dan minkum itu pula pendapat dipilih oleh An-Nuhas yang
diriwayatkan darri Ibnu Abbas.
4. Para ulama berbeda pendapat mengenai
pendapat yang sesuai dengan hadits Ubadah yang menjelaskan hukum-hukum
perbuatan zina sebagaimana yang telah kami jelaskan. Ali bin Abu Thalib
menafsirkan beda dengan Ubadah, di mana ia mencabuk Syuraharah Al Hamdaniyah
sebanyak seratus kali, lalu setelah itu ia merajamnya dan ia berkata: aku
mencabuknya sesuai dengan kitabullah dan aku merajamnya dengan penisbatan
kepada Rasulullah SAW. Mereka yang berpendapat sepeti ini dii antaranya
al-Hasan Bashri, Al-Hasan bin Shahih bin Hayyi dan Ishak. Jumhur ulama
berpendapat bahkan pelaku zina yang telah menikah dirajam tanpa cambuk,
5. Para ulama berpendapat mengenai hukum
diasingkan nya perawan dan dicambuk. Adapun pendapat jumhur, ia diasingkan
disertai hukum cambuk. Itu merupakan pendapat Khulafaur Rasyidin.
6. Mereka yang berpendapat diasingkan tidaklah
berselisih tentng pengasingan bagi laki-laki merdeka, akan tetapi mreka
berselisih mengenai budak laki-laki dan budak wanita. Yang berpendapat
mengasingkan keduanya yaitu Ibnu Umar, ia mencambuk budaknya yang berzina lalu
mengasingkannya ke fadak. Pendapat ini yang dipegang ole hats-Tasaur,
Ath-Thobari dan Daud.
Dengan
demikian ada pengkhususan dari keumuman hadits hukum pengasingan melihatt
mashlahatnya, di man ahli sunnah berbeda pendapat tentangnnya.
7. Firman Allah SWT fain taba “jika
keduanya bertaubat.” Yaitu dari perbuatan keji waashlihaa (dan
memperbaiki diri) yaitu dengan melakukan amal perbuatan baik, setelah itu maka
biarkanlah mereka, yaitu tidak menyiksa keduanya. Ini terjadi sebelum
diturunkan ayat mengenai hukuman. Akan tetapi tatkala ayat hukuman telah
diturunkan, ayat ini terhapus. Dan bukanlah maksud dibiarkan di sini adalh
hijrah, akan tetapi diisolasi dimana itu terkandung celaan atas mereka karena
perbuatan maksiatnya. Allah adalah penerima taubat yaitu mengembaikan
hamba-hambanya dari perbuatan maksiat[1].
[1] Syaikh Imam Al-Qurthubi. Terjemahan
tafsir al-Qurthubi. (Jakarta: Pustaka Azzam.2008) hal.198-214
Tidak ada komentar:
Posting Komentar