Rabu, 17 Juni 2015

TAFSIR AYAT-AYAT AHKAM

TAFSIR TENTANG ZINA
(Q.S. An-Nisa: 15-16)

1.        Q.S. An-Nisa: 15-16
ÓÉL»©9$#ur šúüÏ?ù'tƒ spt±Ås»xÿø9$# `ÏB öNà6ͬ!$|¡ÎpS (#rßÎhô±tFó$$sù £`ÎgøŠn=tã Zpyèt/ör& öNà6ZÏiB ( bÎ*sù (#rßÍky­  Æèdqä3Å¡øBr'sù Îû ÏNqãç6ø9$# 4Ó®Lym £`ßg8©ùuqtFtƒ ßNöqyJø9$# ÷rr& Ÿ@yèøgs ª!$# £`çlm; WxÎ6y ÇÊÎÈ   Èb#s%©!$#ur $ygÏY»uŠÏ?ù'tƒ öNà6ZÏB $yJèdrèŒ$t«sù ( cÎ*sù $t/$s? $ysn=ô¹r&ur (#qàÊ̍ôãr'sù !$yJßg÷Ytã 3 ¨bÎ) ©!$# tb$Ÿ2 $\/#§qs? $¸JÏm§ ÇÊÏÈ  
Artinya: 15.  dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya[276].
16. dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Q.S. An-Nisa:15-16)

2.        Mufradat kata-kata sulit
Keji                                                                                  : pt±Ås»xÿø9$
Saksi                                                                                 : #rßÎhô±tFó$$s
Maka kurunglah mereka                                                   : Æèdqä3Å¡øBr'sù
Empat                                                                               : pyèt/ör

3.        Penjelasan Ayat
Dalam ayat 15 ini dibahas delapan masalah, yaitu:
1.         Ketika Allah SWT menyebutkan berbuat baik terhadap kaum wanita dan memberikan mahar kpada mereka, kemudian merebet pada masalah waris yang disandingkan dengan waris laki-laki, maka dalam ayat ini juga disebutkan ketegasan terhadap wanita yang melakukan perbuatan keji (zina) agar tidak terbesit pada benak wanita yang tidak menjaga kehormatan diri.
2.         Firman Allah SWt:  والثي adalah jama’ dari الثي, ia adalah isim mubham untuk mu’anas. Ia bersifat makrifah (defiitif), di mana tidak boleh menghilagkan alif laam untuk menjadikannya nakirah, dan tidaklah sempurna lafazh tersebut kecuali dengan alif laam.
3.         Firman Allah SWT :
šúüÏ?ù'tƒ spt±Ås»xÿø9$#
Yang dimaksudkan di sini adalah zina. Fahisyah merupakan perkara yang keji. Fahisyah bentuk mashdar sebagaimana العاقبه dan  العا في. Dan Ibn Mas’ud بالفاحشه yaitu dengan tambahan huruf jar, huruf ba’.
4.         Firman allah :
`ÏB öNà6ͬ!$|¡ÎpS
(para wanita) disandarkan kepada makna islam dan penjelas kepada wanita yang beriman, seperti firmannya :
(#rßÎhô±tFó$$sù £`ÎgøŠn=tã Zpyèt/ör& öNà6ZÏiB
(hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikan)). Yaitu di antara kaum muslim, Allah SWT mensyaratkan empat saksi dalam tuduhan zina sebagai sikap tegas terhadap penuduh dan menutupi aib hamba. Mengharuskan adanya empat orang saksi perihal zina ini merupakan hukum yang bermaktub dalam taurat, injil dan al-Qur’an.
5.         Allah SWT berfirman :
tûïÏ%©!$#ur tbqãBötƒ ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù'tƒ Ïpyèt/ör'Î/ uä!#ypkà­ óOèdrßÎ=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_  
Artinya:  dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, (Q.S. An-Nur: 4)
Abu Daud meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, ia berkata seorang Yahudi membawa seorang laki-laki dan perempuan dari kalangan mereka yang telah melakukan zina kepada Nabi SAW, beliau bersabda, “datanglah padaku dua orang alim dari kalangan kalian”, maka dihadapkan kepada beliau dua orang Suriah, lalu beliau berkata kepadanya : “apa yang kalian ketahui dalam Taurat mengenai perkara ini?, keduanya menjawab: kami ketahui dalam Taurat, jika ada empat orang saksi yang melihat zakar laki  masuk faraj wanita seperti batangan celak yang dimaksudkan dalam botolnya, maka keduanya dirajam. Beliau berkata : “llu apa yang menghalangi kalian untuk merajam keduanya?’ keduanya menjawab : pemimpin kami telah pergi dan kami tidak menyukainya. Rasulullah SAW meminta didatangkan saksi, merekapun datang dan bersaksi bahwa melihat zakarnya masuk di faraj (kemaluan) wanita seperti batangan celak yang dimasukkan dalam botolnya, maka Rasulullah SAW memerintahkan untuk merajam keduanya.
Satu kelompok ulama berkata : disyaratkannya persaksian empat orang dalam perihal zina agar dua saksi dapat memenuhi hak dua pelaku zina, namun ini pendapat yang lemah karena sumpah masuk konteks harta dan lauts masuk konteks sumpah dan kedua hal ini tidak masuk dalam pembahasan ini.
6.         Semestinya orang yang menjadi saksi adalah laki-laki. Sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah SWT, minkum dalam hal ini tidak ada perselisihan di antra para ulama. Hendaklah para saksi itu adalah orang-orang yang adil, karena Allah SWt mempersyaratkan sikap adil dalam perkara jual beli, ini isyarat yang paling penting.
7.         Firman Allah :
öNà6ZÏiB ( bÎ*sù (#rßÍky­  Æèdqä3Å¡øBr'sù Îû ÏNqãç6ø9$#
Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita wanita itu) dalam rumah. Ini merupakan hukuman pertama dari perbuatan zina di masa permulaan islam. Ini pendapat Ubadah bin Shamit, Al-Hasan dan Mujahid. Kemudian hukuman ini dihapus dengan hukuman yang dijelaskan dalam surah An-Nur yaitu hukuman rajam bagi pelakunya yang telah menikah.
Sekelompok ulama berkata: Rajam merupakan hukum pertama yang diberlakukan, kemudian diganti hukum kurungan, hanya qira’ahnya saja yang dilahirkan dan dikedepankann, hal itu disebutkan oleh Ibnu Faurak.
Kurungan di rumah terjadi di awal-awal islam sebelum perkara ini menyebar, namun tatkala pelakunya semakin banyak dan dikhawatirkan terus bertambah, maka mereka pun dihukum dengan dijebloskan ke penjara. Demikian pendapat ibnu Al-Farabi. 
8.         Para ulama berbeda pendapat apakah kurungan atau penjara ini adalah had (hukuman) ataukah diancam dengan hukuman. Dalam hal ini ada dua pendapat:
a.       Diancam dengan hukuman
b.      Bahwa penjara merupakan hukuman. Ini adalah pendapat IBny Abbas dan Al-Hasan. Ibnu Zaid menambahkan bahwa mereka dicegah dari menikah hingga ajal menjemput, karena pebuatan mereka yang mengkehendaki pernikahan di luar jalurnya. Penjara adalah hukuman yang lebih dasyat. Hanya saja hukumannya pempunyai batas waktu, sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat lain dan berdasarkan dua penafsiran tentang mana di antara keduanya yang lebih dahulu. Keduanya dibatasi oleh waktu.
Sebagian ulama berpendapat bahwa siksaan dan memperlakukan tetap diberlakukan bersama rajam, karena keduanya tidak bertentangan, bahwa merupakan satu kesatuan. Adapun kurungan, telah dihapus menurut ijma’ dan pemutlakan ‘terhapus’ yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu bersifat fleksible.
Di ayat berikutnya (ayat 16) juga dibahas tujuh masalah:
1.      Firman Allah SWT wallazina I”dan terhadap dua orang”. Allazina adalah bentuk kata yang menunjukkan arti dua, dari bentuk tunggal allazi.
Sibawaih mengatakan bahwa maknanya, dan apa-apa yang dibacakan atas kalian adalah perbuatan keji dua orang yang melakukan, yang dimaksud adalah perbuatan keji di antara kamu.
2.      Firman-Nya, “maka berilah hukuman kepada keduanya”. Qatadah dan As-Suddi berpendapat bahwa maknanya adalah sebagai  ungkapan at taubikh (menjelakkan) dan at tayir (mempermalukan).
 ulama berpendapat mencela dan mencari ta’yir Ibnu Abbas berkata. “dicela dengan mulut dan dipukul dengan sandal”. An-Nuhas berkata, “ sekelompok kaum mengira bahwa ayat itu dihapus.”
Al-Qurtubi megatakan , Ibnu Abu Najih dari mujahid meriwayatkan perihal firman Allah SWT, walati yaktinalfaahisyah dan wallazina yaktiniha dua ayat ini merupakan perintah awal yang menghapus ayat yang terdapat dalam surah An-Nur.
3.      Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan firma Allah SWT wallatiy dan firman-Nya wallaziy , mujahid dan selainnya mengatakan bahwa ayat pertama tadi tentang wanita berlaku umum, baik wanita yang sudah menikah maupun belum, dan ayat kedua khusus laki-laki dan lafazh tatsaniyah (menunjukan arti dua) menjelaskan dua sisi laki-laki, yang telah menikah maupun belum, sehingga hukuman bagi wanita adalah kurungan dan lai-laki adalah siksaan. Ini merupakan pendapat n yang dikandung lafazh ini. Dan kalimat ini dimaksudkan untuk perbuatan zina dan dikuatkan pada ayat pertama dengan lafazh minnisa’ikum  dan minkum  itu pula pendapat dipilih oleh An-Nuhas yang diriwayatkan darri Ibnu Abbas.
4.      Para ulama berbeda pendapat mengenai pendapat yang sesuai dengan hadits Ubadah yang menjelaskan hukum-hukum perbuatan zina sebagaimana yang telah kami jelaskan. Ali bin Abu Thalib menafsirkan beda dengan Ubadah, di mana ia mencabuk Syuraharah Al Hamdaniyah sebanyak seratus kali, lalu setelah itu ia merajamnya dan ia berkata: aku mencabuknya sesuai dengan kitabullah dan aku merajamnya dengan penisbatan kepada Rasulullah SAW. Mereka yang berpendapat sepeti ini dii antaranya al-Hasan Bashri, Al-Hasan bin Shahih bin Hayyi dan Ishak. Jumhur ulama berpendapat bahkan pelaku zina yang telah menikah dirajam tanpa cambuk,
5.      Para ulama berpendapat mengenai hukum diasingkan nya perawan dan dicambuk. Adapun pendapat jumhur, ia diasingkan disertai hukum cambuk. Itu merupakan pendapat Khulafaur Rasyidin.
6.      Mereka yang berpendapat diasingkan tidaklah berselisih tentng pengasingan bagi laki-laki merdeka, akan tetapi mreka berselisih mengenai budak laki-laki dan budak wanita. Yang berpendapat mengasingkan keduanya yaitu Ibnu Umar, ia mencambuk budaknya yang berzina lalu mengasingkannya ke fadak. Pendapat ini yang dipegang ole hats-Tasaur, Ath-Thobari dan Daud.
Dengan demikian ada pengkhususan dari keumuman hadits hukum pengasingan melihatt mashlahatnya, di man ahli sunnah berbeda pendapat tentangnnya.
7.      Firman Allah SWT fain taba “jika keduanya bertaubat.” Yaitu dari perbuatan keji waashlihaa (dan memperbaiki diri) yaitu dengan melakukan amal perbuatan baik, setelah itu maka biarkanlah mereka, yaitu tidak menyiksa keduanya. Ini terjadi sebelum diturunkan ayat mengenai hukuman. Akan tetapi tatkala ayat hukuman telah diturunkan, ayat ini terhapus. Dan bukanlah maksud dibiarkan di sini adalh hijrah, akan tetapi diisolasi dimana itu terkandung celaan atas mereka karena perbuatan maksiatnya. Allah adalah penerima taubat yaitu mengembaikan hamba-hambanya dari perbuatan maksiat[1].

[1] Syaikh Imam Al-Qurthubi. Terjemahan tafsir al-Qurthubi. (Jakarta: Pustaka Azzam.2008) hal.198-214

Tidak ada komentar:

Posting Komentar